Rabu, 07 Mei 2008

SENTRALISTIK DAN DISENTRALISTIK PENDIDIKAN


A. LATAR BELAKANG

Didalam pembukan UUD 1945 dinyatakan tujuan kita membentuk negara kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mampu survaive didalam menghadapi kesulitan .
Dewasa ini Bangsa Indonesia menghadapi krisis yang global dalam bidang politik, sosial, budaya, hukum, ekonomi dan tidak dapat disangkal lagi dalam bidang pendidikan. pendidikan tidak terlepas dari dunia politik, sosial budaya, ekonomi dan hukum suatu bangsa. Bangsa yang besar dan maju adalah bangsa yang meletakan pendidikan sebagai satua landasan yang paling utama dalam suatu negara, sebagai contoh negara RRC, Banglades, Amerika serikat, Kanada, Malaysia dan beberapa negara besar yang lain. Perkembangan ekonomi akan semakin pesat apabila pendidikan diutamakan karena itu membangun masyarakat berpengetahuan sangatlah diutamakan.
Untuk membangun masalah – masalah diatas maka sangat perlu untuk kembali meyimak arti dari kehidupan demokrasi. Kehidupan demokrasi adalah kehidupan yang menghargai akan potensi individu yaitu individu yang berbeda dan individu yang mau hidup bersama. Dengan demikian menyamakan kehidupan masyarakat adalah bertentangan dengan demokrasi.
Dalam bidang pendidikan semua warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang baik, juga mempunyai kewajiban yang sama untuk membangun pendidikan nasional yang berkualitas. Oleh karena itu untuk membangun masyarakat yang berdemokrasi sangat perlu untuk mengembangkan pemerintahan yang desentralistik dimana kekuasaan menitik beratkan pada partisifasi rakyat banyak. Sudah tentu untuk mencapai masyarakat yang demokrasi tidak dapat dicapai dengan menggunakan sistim pemerintahan yang sentralistik yang hanya mengikuti petunjuk – petunjuk dari atas.
Dengan adanya UU No 22 tahun 1999 mengenai otonomi daerah dan UU No 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah, merupakan konsekwensi dari keinginan era repormasi untuk menghidupkan kehidupan demokrasi, sehingga tidak ada jurang pemisah antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Oleh karena itu marilah kita bentuk masyarakat yang berpengetahuan dan mencari paradigma baru dalam membangun pendidikan dalam rangka memulihkan krisis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan hukum yang ada di negara kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini.
Besar harapan kita semoga Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar yang selalu kita banggakan dan dapat disegani oleh bangsa – bangsa lain dan mampu untuk bersaing dalam bidang pendidikan sebagai hasil dari inovasi-inovasi, kreasi yang dihasilkan dari kebebasan berfikir dan bertindak.

URAIAN MATERI

1.Paradigma pembangunan pendidikan.
Thomas S. Kuhn didalam bukunya yang terkenal the struktur of scentific revolution yang pertama kali mempopulerkan makna paradigma. Menurut kamus umum bahasa indonesia ( KUBI) arti paradigma adalah ; daptar, contoh, perubahan. Jadi menurut pandangan penulis paradigma pembangunan pendidikan dapat kami artikan cara berfikir atau perubahan pembangunan pendidikan di indonesia.
Dari konsep pengertian paradigma diatas marilah kita tinjau perubahan pembangunan pendidikan diantaranya:
a. masa pra – orde baru
b. masa orde baru
c. masa krisis
d. era repormasi
e. paradigma baru pembangunan pendidikan

masa pra- orde baru
pada masa orde baru politik dijadikan sebagai panglima. Segala kegiatan diarahkan kepada berbagai usaha untuk mencapai tujuan politik. Kehidupan ekonomi yang terlalu nasionalistik mengakibatkan kehidupan ekonomi sangat terisolasi. Dalam bidang kebudayaan sangat ditonjolkan terbentuknya identitas bangsa yang cenderung berlebihan.
Kecenderungan dalam kehidupan politik, ekonomi dan budaya juga memasuki dunia pendidikan. Pendidikan diarahkan kepada proses indokrinasi sehingga menolak segala unsur yang berasal dari luar. Dengan demikian pendidikan tidak difungsikan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat. Pendidikan tidak digunakan kepada kebutuhan pasar tetapi digunakan untuk kepentingan politik. Metodologi pendidikan secara indokrin mulai dikembangkan dalam dunia pendidikan mulai TK sampai dengan perguruan tinggi. Pendiddikan mulai dikembangkan secara militerisme. Otoriter didalam segala bentuk mulai masuk kekehidupan masyarakat termasuk kedalam dunia pendidikan. Kebebasan berfikir kreatif semakin lama semakin dikubur, sehingga menghasilkan manusia – manusia yang tidak mempunyai alternatif selain yang berasal dari pimpinan.
masa orde baru
Masa orde baru telah mampu membawa masyarakat indonesia dari masyarakat yang miskin menuju ke masyarakt yang berpenghasilan menegah keatas. Dengan demikian perkembangan yang pesat hanya dilihat dari perkembangan pendapatan atau hasil perkapita yang tinggi namun mengorbankan kemerdekaan individu dalam berkreasi, sehingga secara individu tindak mampu untuk mengembangkan kreatifitas dan berkreasi. Semua permasalahan harus diseragamkan. Dengan pemerintahan seperti ini mengakibatkan sangat kaku sehingga mematikan kreatifitas, dan produktifitas anak bangsa. Dari pemerintahan yang kaku ini sangat mematikan kehidupan domokrasi. Sehingga lahirlah kepemimpinan ” mohon petunjuk” dan mohon ”pengarahan bapak” sehingga tidak ada tempat untuk perkembangan individu.
Pertumbuhan ekonomi dijadikan panglima yang sangat diprioritaskan untuk mencapai target – target pertumbuhan sehinga melahirkan pertumbuhan ekonomi yang tanpa perasaan. Pertumbuhan ekonomi tanpa mempertimbangkan ekonomi rakyat sehinga sumberdaya domestik kurang diperhatikan. Kurangnya perhatian terhadap sumber daya domestik mengakibatkan dasar ekonomi yang rapuh dan sangat tergantung terhadap barang impor, sehingga sangat tergantung dengan luar negeri yang mengakibatkan hutang semakin meningkat.
Akibat perekonomian yang seperti ini mengakibatkan sistim pedidikan yang tidak peka terhadap persaingan unntuk menghadapi kehidupan yang sangat global.
Dalam bidang hukum akibat matinya demokrasi mengakibatkan pemerintah yang tidak bersih dengan praktek-praktek korupsi yang sangat merugikan masyarakat. Akibanya supremasi hukum yang tidak dapat ditegakan maka melahirkan ketidak percayaan masyarakat dalam bidang hukum, politik dan ekonomi.
Pemerintah telah melanggar palsapah pancasila yang menjelaskan kemanusiaan yang adil dan beradab. Masyarakat tidak mendapatkan keadilan dalam pembangunan ekonomi yang berimbas kepada kurangnya kemampuan masyarakat dalam mengenyam pendidikan yang lebih layak.
Masa krisis.
Krisis menyeluruh dimulai sejak indonesia dilanda eleh krisis moneter pada pertengahan tahun 1997. Dari krisis moneter menimbulkan krisis ekonomi sehingga mengakibatkan kurangnya kepecayaan masyarakat secara global. Pemerintah mulai kehilangan kepercayaan sehingga menimbulkan kesalah pahaman yang terjadi dalam masyarakat. Dibeberapa daerah timbul permasalah bahkan gejala-gejala SARA timbul dimasyarakat, ada daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Hal ini diakibatkan karena ketidak puasan pemerintah daerah terhadap pemerintahan yang sentralistik. Supremasi hukum menjadi sirna karena banyak pejabat berdiri diatas hukum artinya para pejabat kebal terhadap hukum. Dengan kata lain krisis kepercayaan dominan dalam masyarakat. Oleh karena itu pendidikan adalah merupakan suatu budaya masyarakat, krisis budaya berarti mengakibatkan krisis pendidikan masyarakat.
Kebudayaan dan pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat. Untuk membangun pendidikan maka kita harus membangun kebudayaan karena tidak ada budaya tanpa pendidikan.
era repormasi
Kita dapat melihat perkembangan pendidikan, betapa banyak kegagalan-kegagalan. Pemahaman pancasila melalui pendidikan P4 ( pedoman pelaksaan pengamalan pancasila ) yang telahdilaksanakan 20 tahun mengalami kegagalan yang dikarenakan pola pendidikan masa orde lama dan orde baru yang terlalu sentralistik yang selalu dikekang oleh tangan – tangan penguasa. Para praktisi pendidikan tidak diberikan kebebasan untuk menggunakan sumberdaya alam sesuai dengan kebutuhan daerah masing- masing dan hal ini sangat melanggar kebinekatunggalikaan.
Memasuki era repormasi kita ingin membangun masyarakat indonesia baru yang berdasarkan kebudayaan nasional. Masyarakat baru yang kita inginkan adalah masyarakat yang adil dan makmur yang mengangkat supremasi hukum. Masyarakat baru itu adalah ”masyarakat madani”
Ada beberapa ciri masyarakat madani :
Ø masyarakat yang demokratis artinya masyarakat tersebut terbentuk karena kesepakatan bersama dari para anggotanya.
Ø Masyarakat yang berkedaulatan rakyat.
Ø Masyarakat yang mengakui supremasi hukum.
Ø Masyarakat yang berpendidikan.
Untuk mewujudkan masyarakat madani tersebut tidak terlepas dari budaya masyarakat indonesia yang sangat heterogen yang memiliki aneka ragam budaya. Keanekaragaman budaya perlu dilestarikan dengan prinsip demokrasi. Dari sinilah perlu memahami pengertian kebihinektunggalikaan budaya individu.
Paradigma baru pembangunan pendidikan
Untuk membentuk masyarakat indonesia baru sangat memerlukan paradigma baru, karena paradigma lama tidak sesuai dengan perkembangan dan pembangunan indonesia. Paradigma lama sangat tergantung kepada pemerintahan yang sangat sentralistik yang tidak sesuai dengan demokrasi pancasila. Paradigma baru haruslah melahirkan pendidikan yamg mampu untuk menjawab dan mengikuti perkembangan dan dapat menjawab tantangan yang global. Dengan demikian penyusunan kurikulum yang sentralistik harus di rubah kepada tuntutan pendidikan yang demokratis. Demikianlah dalam menghadapi tantangan yang global yang kompetitif dan inovatif maka perkembangan pendidikan haruslah yang mampu berkompetisi didalam kerjasama dalam meningkatkan inovasi dan meningkatkan kualitas. Demikianlah paradigma baru pendidikan tidak mematikan kebinekatunggalikaan yang dalam arti berbeda – beda tetapi tetap satu jua.


2.Konsep dasar sentralisasi dan disentralisasi pendidikan
UU No 22 tahun 1999 mengenai otonomi daerah dan UU No 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah. Berdasarkan undang - undang diatas, ini adalah sebagai konsekwensi pemerintah atas tujuan dari repormasi dalam menhghidupkan kehidupan demokrasi. Dengan adanya otonomi daerah dan perimbangan keuangan daerah maka diharapkan derah mampu untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada didaerah.
Desentralisasi menitik beratkan kepada partisipasi rakyat banyak memerlukan persiapan – persiapan yang matang antaralain :
Ø Tersedianya tenaga-tenaga terampil dalam juamlah dan kualitas yang tinggi.
Ø Pemberdayaan lembaga-lembaga sosialsebagai tempat partisipasi nyata dari rakyat didalam mengatur kehidupan termasuk penyelenggaraan pendidikan.
Desentarisasi penyelenggaraan pendidikan dan kebudayaan didaerah memberikan implikasi langsung dalam penyusunan dan penentuan kurikulum yang dewasa ini sangat sentaralistikdan sangat memberatkan peserta diddik. Desentralisasi pendidikan memimnta artikulasi dalam semua jenis pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai denganperguruan tinggi. Sehingga desentralisasi ini sangat sesuai dengan manjemen berbasis sekolah MBS karena tanggung jawab dapat melibatkan masyarakat sebagai terwujudnya kelangsungan pendidikan.

3.Kekuatan dan kelemahan sentralistik pendidikan
Konsep sentralisasi menekankan pemusatan pengurusan pendidikan. Artinya segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan diurus oleh organisasi pendidikan tingkat pusat. Kurikulum pendidikan, prasarana da sarana pendidikan, ketenagaan pendidikan, serta peraturan peraturan pendukungnya semua ditetapkan oleh pemerintah pusat. Daerah hanya sekedar menjalankan keputusan – keputusan yang berasal dari pusat.

Menurut Dr Nanang Fatah dalam bukunya landasan manajemen pendidikan 2004 mengutif kekutatan sentralistik adalah:
Ø Memperkuat rasa kebangsaan
Ø Meningkatkan kohesi nasional
Ø Memperkuat wibawa pemerintahan
Ø Mudah disepakati konsensus kesepakatan
Ø Sangat membantu dalm perluasan kesempatan belajar dan mudah mengadakan inovasi.
Kelemahan sistem sentralistik adalah:
Ø Perintah menuggu dari atasan, sehingga praktisi pendidikan yang ada didaerah tidak mampu berkreasi, berinovasi dan mengembangkan budaya daerahnya.
Ø Organisasi kuat tetapi kaku.
Pengalaman di negeri ini maupun pengalaman di negara lain membuktikan, pengelolaan sekolah yang terlampau diatur dari pusat ternyata tidak efektif dan efisien dalam memajukan pendidikan. Pengalaman di negeri ini juga membuktikan bahwa sejumlah sekolah dapat menunjukkan kemajuan signifikan bila diberi kesempatan untuk mendefinisikan sendiri perannya. Sisitim pendidikan yang terlalu diatur oleh pusat sangat mematikan kreatifitas tidak dapat berinovasi dalam menggali potensi yang ada didaerah. Demokrasi dan bhinekatunggalika seolah – olah terpasung oleh pemerintahan yang kaku dan sentralistik.

4. Kekuatan dan kelemahan desentralistik pendidikan
UU No 22 tahun 1999 mengenai otonomi daerah dan UU No 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah dan disusul dengan kebijakan departemen pendidikan nasional tentang sistem manajemen berbasis sekolah dan pemberian wewenag terhadap daerah dalam mengelola pendidikan, timbul secercah harapan akan semakin membaiknya pembangunan pendidikan. Model pembangunan pendidikan yang sangat bersipat sentralistik dan monolitik serta menafikan perbedaan, secara drastis mestinya berubah menjadi desentralistik sehingga kepentingan dan kebutuhan serta potensi kemampuan daerah menjadi lebih terperhatikan dan dapat dibangkitkan. Dengan desentralisasi pendidikan yang direpresentasikan melalui model pengelolaan manajemen berbasis sekolah dan manajemen berbasis masyarakat segenap komponen sekolah semakin berperan.
Desentralisasi pendidikan menekankan penyebaran kekuasaan dibidang pendidikan kepada daerah-daerah. Daerah yang menetapkan kurikulum, ketenagaan, prasarana dan sarana serta peraturan-peraturan yang mendukungnya.
Demikian juga dalam hal evaluasi, pemerintah pusat memang berhak menetapkan standar mutu pendidikan nasional dalam rangka pengendalian mutu pendidikan nasional. Namun, biarkanlah setiap daerah dan sekolah menilai sendiri tingkat pencapaian dirinya terhadap standar nasional tersebut. Pertimbangannya sederhana saja. Daerah dan sekolah mana pun tentu tidak ingin tertinggal dari standar mutu pendidikan nasional. Selain itu, masih terdapat berbagai kemungkinan cara yang dapat digunakan untuk mengendalikan pendidikan nasional, tanpa harus menggunakan UAN yang amat sentralistik dan memiliki segudang kemungkinan dampak negatif itu.
Kelemahan kelemahan yang timbul dalam sistim desentralisasi antara lain:
Ø Kesiapan sumberdaya manusia yang siap untuk mengelola pendidikan
Ø Kesiapan pemerintah dalam mengelola potensi daerah
Ø Kesiapan sarana dan prasaran pendidikan.
Ø Kesiapan tekhnologi pendidikan.
Ø Sulit dicapai konsensus dalam merumuskan tujuan pendidikan karena keragaman kebutuahan.
Demikianlah permasalahan yang timbul apabila kita siap untuk melakuakan desentralisasi pendidikan.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN


1. Paradigma pembangunan pendidikan
Dari uraian diatas yang dimualai dari masa orde lama, orde baru, masa reformasi sangat memungkinkan untuk membentuk paradigma baru dalam pendidikan.
Paradigma yang memungkinkan yaitu ingin mengaplikasikan UU No 22 tahun 1999 mengenai otonomi daerah dan UU No 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah dan disusul dengan kebijakan departemen pendidikan nasional tentang sistem manajemen berbasis sekolah dan pemberian wewenag terhadap daerah dalam mengelola pendidikan, timbul secercah harapan untuk memperbaiki melakukan perubahan baru dalam pembangunan pendidikan.
Dari landasan undang – undang diatas sangat memungkinkan untuk mewujudkan impian reformasi yaitu untuk memperbaiki pendidikan secara menyeluruh.

2. Konsep dasar sentralisasi dan disentralisasi pendidikan

Berdasarkan uraian diatas maka konsep sentralistik dan desentralistik paradigma pendidikan akan meningkatkan mutu pendidikan yang diarahkan kepada proses indokrinasi dalam kehidupan kultural pendidikan dan diberikan kebebasan berfikir secara kreatif, fleksibelitas, keluwesan dan kemandirian yang diamanatkan oleh UUD 1945 pasal 31 sila ke 5 bahwa bidang- bidang kehidupan yang berkenaan dengan hajat hidup orang banyak ialah kebutuhan dasar penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan merupakan legitimasi pemerintah.



PENUTUP


KESIMPULAN

Sistimpendidikan yang selalu diatur oleh pemerintah pusat yang sangat sentralistik sangat tidak sesuai dengan falsafah negara yang berdemokrasi, karena sangat tidak memperhatikan kepentingan dan budaya –budaya yang ada diderah. Potensi –potensi yang ada didaerah tidak dapat tergali karena daya inovasi dan kreasi masyarakat yang sangat kaku
.Dengan UU No 22 tahun 1999 mengenai otonomi daerah dan UU No 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah dan disusul dengan kebijakan departemen pendidikan nasional tentang sistem manajemen berbasis sekolah dan pemberian wewenag terhadap daerah dalam mengelola pendidikan akan menghasilkan wahan baru dalam perbaikan pendidikan dan dalam menggali potensi yang ada didaerah. Dengan sistim desentralisasi sangat sesuai dengan falsafah demokrasi dan bineka tunggalika.
SARAN
Penulisan makalah ini banyak hal – hal yang masih mengalami kekurangan, dimohon kepada peserta diskusi terutama kepada dosen pengampu mata kualiah landasan pendidikan untuk lebih banyak memberikan masukan dan kepada peserta diskusi untuk memberikan masukan agar kelak penulisan menjadi lebih baik dan lebih sempurna, karena kami sadar sebagai editor yang belum berpengalaman banyak hal yang masih kurang. Demikianlah makalah ini kami buat semoga dapat memberikan sedikit inpormasi dan pencerah dalam bidang pendidikan, dan kita bertekat untuk memperbaiki pendidikan yang ada diindinesia yang kita cintai ini amien.



















DAFTAR PUSTAKA


Tilaar,H.A.R Prof.Dr,M.Sc.Ed, Paradigma baru pendidikan nasional, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2000

Zamroni, Dr, Paradigma Pendidikan masa depan, BIGRAF publising, JL Sisigamangaraja 93 yogyakarta, 2000

Imron Ali, Drs, M.Pd, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia, PT Bumi Aksara Jl sawo Raya No 18 Jakarta.

Nunu Heryanto, Pentingnya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan Bagi Pendidikan
(Suatu Tinjauan Filsafat Sains)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke tiga menegaskan “ dan oleh sebab itu untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Dari aline UUD 1945 tersebut tercantum kata “ mencerdaskan kehidupan bangsa “ maka dalam hal ini yang berhak mensukseskan pembukaan UUD tersebut adalah guru. Guru adalah sebagai tulang punggung untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Perkembangan pendidikan di Indonesia terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu pendidikan keagamaan dan pendidikan umum. Berdasarkan sejaraah masuknya kelompok agama dan umum adalah dari para pedagang dan dari penjajah yang masuk ke Indonesia. Para pedagang yang berasal dari India masuk lewat selat malaka kebanyakn menyebarkan agama islam, dan berdirilah pendidikan yag dilaksanakan dengan cara yang sangat tradisional yaitu membentuk kelompok – kelompok kecil dan belajar dengan sistim sorongan ( dalam bahasa jawa ). Sedangkan pendidikan umum yang kita kenal sekarang seperrti SD, SMP dan SMA berasal dari para penjajah yang masuk ke Indonesia sehingga berkembanglah pendidikan umum.
Pendidikan umum berkembang dan maju dengan pesat, sedangkan pendidikan agama kurang berkembang dan kurang dikenal oleh masyarakat umum. Karena kurang berkembang maka pendidikan agama berkembang dengan mendirikan pesantren- pesantren yang didalamnya terdapat pendidikan umum dan pendidikan agama.
Pondok pesantren Darul Ihsan mengembangkan pendidikan yang berbentuk MTs ( (madrasah Tsanawiyah ) sederajat SMP dan MA( madrasah aliyah ) sederajat dengan SMA. Para pengajar/ pendidik kebanyakan berasal dari orang orang pondokan yang memiliki konsep mendidik seperti guru yang pernah memberikan pengajaran kepadanya, sehingga dalam hal ini yang menjadi permasalahan dalam menghadapi tantangan pengajaran kearah yang lebih baik sangat kurang. Proses pengajaran di MTs yang berada dibawah naungan Pondok Pesantren cenderung bersipat tradisional dimana pengajaran didominasi dengan mengunakan metode ceramah.
Pondok pesantren Darul Ihsan memiliki keterpaduan kurikulum yaitu kurikulum pondok dan kurikulum Departemen Agama. Kurikulum pondok berhubungan dengan pelajaran- pelajaran agama sistim kepondokan dan kurikulum Departemen Agama yaitu kurikulum yang memiliki pelajaran agama dan pelajaran umum yang setara dengan sekolah – sekolah umum.
Dalam hal ini penulis sangat mengiginkan terjadinya perubahan cara mengajar belajar yang ada di Pondok Pesantren Darul Ihsan khususnya di MTs Darul Ihsan Samarinda mengikuti perkembangan – perkembanga metode yang terbaru khususnya menggunakan metode PAKEM ( pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenagkan ), karena penulis melihat beberapa kelemahan dari metode yang lama sangat kurang efektif untuk dikembangkan pada masa- masa yang cukup modern ini. Beberapa kelemahan metode yang lama yang penulis amati adalah :
Ø Kurangnya minat anak dalam belajar
Ø Pembelajaran yang sangat monoton dan membosankan
Ø Proses belajar yang terasa sangat melelahkan bagi siswa
Ø Pembelajaran yang terlalu mengganggap anak sebagai botol kosong/ kertas putih yang polos.
Dalam hal ini penulis mengiginkan adanya inovasi- inovasi baru dalam proses pembelajaran yang ada di Pondok Pesantren Darul Ihsan khususnya di MTs Darul Ihsan Samarinda. Penulis ingin mengembangkan metode PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenagkan ), untuk meningkatkan prestasi dan motivasi belajar siswa yang ada di MTs Darul Ihsan Samarinda.


B. Rumusan masalah

Dari uraian latar belakang diatas penulis menarik permasalahan “ Mampukah metode PAKEM ( pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenagkan ) meningkatkan prestasi dan motivasi belajar siswa di MTs Darul Ihsan samarinda ? Mampukah para pengajar / pendidik menggunakan metode PAKEM untuk menganti pengajaran dengan cara tradisional ?

C. Pemecahan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah ketidak puasan peneliti dalam proses belajar mengajar yang menggunakan cara tradisional. Untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini peneliti mempersiapkan semua kebutuhan dalam proses penggunaan metode yang baru, guru pengajar dipersiapkan dengan cara memperkenalkan metode – metode dalam pengajaran yang menggunakan PAKEM. Senario pengajaran diatur sehingga pada saat extion dapat berjalan dengan baik dan lancar.


D. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis sangat menginginkan adanya perubahan cara pandang sistem pengajaran cara tradisional yang mengganggap siswa sebagai botol kosong, menjadi pengajaran yang lebih baik dimana pengajaran akan terjadi antara dua arah yaitu guru dan murid atau sebaliknya murid dan guru. Sehingga pengajaran / pembelajaran tidak hanya tertumpu pada guru. Guru dalam hal ini sebagai fasilitator dan diharapkan sebagai motifator dalam proses belajar.


E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini sangat bermanfaat dalam mengubah paradigma guru dalam proses pengajaran. Karena semakin kompleknya informasi yang berasal dari media cetak dan media elektronik tidak menutup kemungkinan siswa akan jauh lebih tau dan mengerti tentang apa yang kita ajarkan. Dalam hal ini penulis ingin membuka wawasan para guru dan pendidik agar tidak memandang anak didik sebagai botol kosong. Guru akan mampu berinteraktif kepada siswa dan siswa berinteraksi dengan guru, sehingga terjadi sinergi yang baik dalam pengajaran.





















BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS


A. Belajar
Dari permasalahan judul diatas terdapat kata meningkatkan prestasi dan motivasi belajar siswa. Masalah pengertian Belajar para ahli psikologi dan pendidikan mengemukakan rumusan yang berlainan sesuai dengan bidang keahlian mereka masing- masing .
James O. Whittaker merumuskan belajar adalah sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
Cronbach berpendapat bahwa belajar sebagai suatu aktifitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Howard L. Kingskey mengatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku ( dalam arti luas ) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
Drs. Slameto berpendapat belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Dari pendapat beberapa ahli diatas maka belajar dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyagkut kognitif, afektif dan psikomotorik.

B. Teori- teori belajar
1. Teori belajar menurut ilmi jiwa daya
Teori ini mengemukakan bahwa jiwa manusia mempunyai daya – daya. Daya – daya ini adalah kekuatan yang tersedia. Manusia hanya memanfaatkan daya itu dengan cara melatihnya sehingga ketajamannya dirasakan ketika dipergunakanuntuk sesuatu hal. Daya –daya ini misalnya daya mengenal daya mengingat, daya berfikir daya fantasi dan sebagainya.
2. Teori tanggapan
Teori tanggapan menentang adanya teori daya. Hebart mengemukakan teori tanggapan. Belajar adalah memasukan tanggapan sebanyak- banyaknya, berulang- ulang dan sejelas-jelasnya.
3. Teori belajar menurut ilmu jiwa gestalt
Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari jerman. Teori ini berpendapat keseluruhan lebih penting dari bagian –bagian. Menurut teori ini maka belajar harus tuntas.
Prinsif belajar menurut gestalt.
Ø Belajar berdasarkan keseluruhan
Ø Belajar adalah suatu proses perkembangan
Ø Anak didik sebagai organisme keseluruhan
Ø Terjadi transfer
Ø Belajar adalah reorganisasi pengalaman
Ø Belajar harus dengan insight
Ø Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keiginan dan tujuan.
Ø Belajar berlangsung terus menerus.

4. Teori belajar dari R. Gagne
Gagne memberikan teori belajar dua definisi
Ø Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motifasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
Ø Belajar adalah pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.


C. HIPOTESIS

Dari uraian landasan teori diatas maka penulis memiliki tingkat kepercayaan 95 % jika penggunaan metode PAKEM ( pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenagkan dapat berhasil untuk meningkatkan prestasi dan motifasi belajar siswa di Pondok Pesantren Darul Ihsan yaitu pada MTs Darul Ihsan Samarinda.


Senin, 05 Mei 2008

PONDOK PESANTREN BANJARMASIN

Latar Belakang
Ditulis pada Agustus 28, 2007 oleh alistiqamah
Makin berkurangnya jumlah dan kualitas ulama akhir-akhir ini membuat keprihatinan yang mendalam dari sebagian besar umat Islam. Daerah yang memasyarakatnya mayoritas beragama Islam, belum memiliki sebuah lembaga pendidikan Islam yang memadai dan representatif, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Padahal warga sangat berkeinginan akan adanya lembaga pendidikan Islam. Selama ini, untuk memasukkan anaknya ke pesantren, mereka harus menempuh jarak cukup jauh yang terletak di luar kota.
Beberapa faktor tersebut sangat mendorong seorang tokoh masyarakat setempat yang bernama Drs. H.A. Hafiz Anshary, Az untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan (pesantren) di daerah perkotaan Banjarmasin. Gagasan Drs. H.A. Hafiz Anshary, Az (alumni Pondok Pesantren Darussalam Martapura), pernah dimuat di harian Banjarmasin Post tahun 1984, dengan topik “Kapan Pondok Pesantren Modern Muncul di Banjarmasin?”.
Keinginan tersebut juga disampaikan kepada saudara sepupunya (Abd. Muiz). Abd. Muiz adalah santri keluaran Pondok Pesantren Datu Kalampayan, Bangil Jawa Timur dan mempunyai orang tua angkat yang bernama H. Hasan. Dari orangtua angkat itulah, diperoleh sebidang tanah wakaf seluas 24 X 36 m2, yang tereletak di Jl. Pekapuran Raya RT. 28, Kelurahan Pemurus Baru, Kecamatan Banjar Selatan.
Dengan telah tersedianya tanah tersebut, maka secara resmi didirikanlah sebuah pondok dengan nama Pondok Pesantren Al-Istiqamah, tepatnya pada tanggal 17 November 1984. Pendiri Pondok Pesantren terdiri dari beberapa tokoh agama yang tergabung dalam wadah yang bernama Badan Pendiri. Badan Pendiri diketuai oleh H. Muhammad Sariman (alm), Sekretaris dipegang oleh Drs. H.A. Hafiz Anshary, AZ, dan dua orang anggota. Yaitu H. Hasan (alm) dan H. Bahruddin (alm).
Tujuan didirikannya pondok pesantren selain untuk memenuhi kebutuhan semakin berkurangnya kualitas dan kuantitas ulama, dan kebutuhan agama masyarakat juga dimaksudkan untuk membangkitkan masyarakat untuk mengkaji kitab kuning (salafiah). Sehingga dengan adanya lembaga tersebut, diharapkan akan tercetak ulama-ulama sebagai pewaris dan penerus syiar Islam.
Pada awal didirikannya, dana yang dibutuhkan untuk membangun gedung berasal dari para donator melalui rapat (musyawarah) para pendiri dan masyarakat. Rapat dilakukan di langgar Al-Istiqamah Gang Maduratna, Jl. Kol. Sugiono, Banjarmasin (Januari 1985). Dalam rapat tersebut terkumpul dana sebesar Rp. 2.630.000,- dari 29 donatur yang hadir. Dalam dana tersebut dimulailah pembangunan gedung serta perluasan tanah dengan mendapat bantuan dari H. Muhammad Sariman.
Pada awal berdirinya, pondok pesanten hanya memiliki 19 ruangan yang terbuat dari kayu yang dipergunakan untuk ruang kelas, guru dan asrama. Pada perkembangan Selanjutnya, dibangun lagi sebuah masjid dengan kondisi permanent, gedung Tk, MI. MTS, MA dan gedung Madrasah Diniyah.
Perkembangan pondok juga menyangkut program pendidikan yang diselenggarakan. Pada awal berdirinya, jenis pendidikan yang diselenggarakan adalah berupa kursus. Ada 4 (empat) macam kursus yang diselenggarakan, yaitu kursus Bahasa Arab (Direktur Prof. Drs. H. Anwar Mas’ari, MA), kursus Bahasa Inggris (Direktur Drs. H. Abd. Qadir Munsyi), Kursus Dakwah (Direktur Dr. H. A. Nawawi, MA) dan kursus Tilawatil Qur’an (direktur Drs. H. Ilyas). Keempat lembaga tersebut diikuti sekitar 485 peserta.
Pada perkembangan berikutnya (1986/1987), membuka beberapa jenjang pendidikan. Yaitu Madrasah Diniyah Salafiah (MDS), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madarasah Aliyah (MA), dengan jumlah santri sekitar 100 orang yang berasal dari dalam kota Banjarmasin. Pada tahun 1990 didirikan kembali lembaga pendidikan, yaitu TK Islam (1990) dan Madrasah Ibtidaiyah (1992) untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat yaitu adanya pendidikan dasar di pondok pesantren. Perkembangan pondok pesantren terus berlanjut, dimana kehadiran pondok mendapat tempat di hati masyarakat. Santri bukan hanya dari dalam kota, tetapi dari luar kota bahkan dari provinsi lain, seperti Kalimantan Tengah.
Perkembangan pondok pesantren terus meningkat, karena lingkungan sekitar sangat mendukung. Di sekitar pondok banyak terdapat langgar yang kegiatan pengajiannya cukup semarak. Sehingga tidak mengherankan bila tingkat keberagamaan masyarakat cukup tinggi.

PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN

Pendirian & Perkembangan Pondok Pesantren
Pondok Pesantren Darullughah Wadda'wah ini dirintis oleh Al Habib Hasan bin Ahmad Baharun dan dibantu oleh Al Habib Ahmad bin Husin Assegaf pada tahun 1982. Pada awal pembukaan pondok pesantren tersebut beliau mempunyai/membina santri 6 orang di rumah kontrakan di Kota Bangil Kabupaten Pasuruan. Dengan sarana dan prasarana yang sangat sederhana para santri tersebut dibina langsung oleh beliau berdua.
Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1983 membuka atau menerima santri putri yang berjumlah 16 orang yang bertempat di daerah yang sama. Keadaan (tempat pondok pesantren) terus berpindah-pindah tempat kontrakan sebanyak 11 kali kontrak rumah hingga tahun 1984.
Dengan perkembangan dan tuntutan jaman yang semakin berkembang pula serta tempat (rumah kontrakan) tidak dapat menampung perkembangan jumlah santri yang begitu pesat, maka pada tahun 1985 Pondok Pesantren Darullughah Wadda'wah pindah ke Desa Raci Kecamatan Bangil (lokasi sendiri) sebuah desa yang masih jarang penduduknya dan belum ada sarana penerangan (listrik), dengan lahan kurang lebih 2 Ha. Dengan jumlah santri sebanyak 186 orang santri yang terdiri dari 142 orang santri putra dan 48 orang santri putri. Pondok pesantren ini berkembang dan mengembangkan diri. Hingga saat ini (tahun 2000) lahan yang ada telah mencapai kurang lebih 4 Ha dan telah hampir terisi penuh oleh bangunan sarana pendidikan dan asrama santri. Saat ini santri Pondok Pesantren Darullughah Wadda'wah sekitar 1196 orang santri yang terdiri dari 868 orang santri putra dan 328 orang santri putri yang berasal dari 24 propinsi di Indonesia, negara-negara ASEAN dan Saudi Arabia, dan dibina oleh tidak kurang 90 orang guru dengan lulusan/alumni dalam dan luar negeri. Ditambah dengan pembantu yang diikutkan belajar sebanyak 95 orang yang terdiri dari 64 orang pembantu putra dan 31 orang pembantu putri.
Sedangkan pelajaran yang diberikan kepada santri yaitu materi yang terdapat dalam kitab-kitab kuning salaf yang telah diakui keshahihannya oleh pondok-pondok salaf Indonesia. Dan alokasi waktu yang diberikan untuk materi/pelajaran diniyyah (pondok) mulai dari jam 07.30 s/d 12.00 WIB. Untuk kegiatan tambahan yaitu:
1 Kegiatan olah raga dan senam pagi yang dilaksanakan mulai jam 06.00 s/d 06.30 WIB. 1 Kegiatan belajar tambahan (halaqah hadlromiyyah) 11 Setelah sholat Shubuh dari jam 04.30 s/d 05.30 WIB 11 Setelah sholat Maghrib dari jam 18.00 s/d 19.15 WIB 1 Latihan Pidato bahasa Arab dan bahasa Inggris setiap malam senin setelah sholat 'Isya' (wajib untuk setiap santri) mulai dari kelas 4 Ibtida'iyah ke atas.
Kemudian jenjang pendidikan diniyyah mulai dari tingkat Madrasah Ibtida'iyah sampai Madrasah Aliyah. Setelah menamatkan jenjang Madrasah Aliyah, maka santri diwajibkan mengabdi (mengajar) di Pondok Pesantren Darullughah Wadda'wah selama 2 tahun atau dapat meneruskan ke luar negeri seperti ke Saudi Arabia, Madinah dan Hadlramaut (Yaman).

Surat tanda tamat belajar

Kabid Dikmenum Diknas Nyatakan Palsu
Submitted by News Aggregator on Fri, 12/08/2005 - 09:49. Tags:

SAMARINDA-Diknas Kaltim ternyata tidak pernah mengeluarkan Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) Ujian Persamaan (Upers) atas nama Jois Lidia yang kini Wakil Ketua DPRD Kukar dan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggunaan ijazah palsu (ipal). Hal itu ditegaskan Kabid Pendidikan Menengah Umum (Dikmenum) Diknas Kaltim, Drs H Syahranie Ismail MM, kemarin.
Syahranie mengaku, beberapa hari lalu dirinya didatangi anggota Polres Kukar terkait kebenaran STTB Upers Jois Lidia. Dikatakan, blangko ijazah yang ditunjukkan anggota Polres Kukar berbeda dengan blangko asli yang ada di Diknas Kaltim. Syahranie juga membantah telah menandatangani ijazah STTB tersebut.
"Ciri fisik blangko ijazah STTB yang ditunjukkan polisi Polres Kukar berbeda dengan yang dimiliki Diknas. Tanda tangannya juga, berbeda dengan tanda tangan saya," terang Syahranie.
Seperti dilansir koran ini kemarin, di tengah gencarnya proses penyidikan yang dilakukan terhadap 40 orang anggota DPRD Kukar terkait ijazah, Jois Lidia ditetapkan sebagai tersangka ipal. Hal itu mengacu Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat berharga dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara. Selain itu, setelah diteliti, pejabat Diknas Kaltim Syahranie Ismail, menorehkan tanda tangan di atas lembar STTPB/ijazah Upers milik Jois Lidia dengan nomor surat 423-7/652/IX/2002 tertanggal 19 Juli 2002.
Syahranie menambahkan, staf Dikmenum kini tengah diposisikan sebagai saksi dalam kasus tersebut. Menindaklanjuti hal itu, Syahranie juga mengaku telah diminta tidak kurang dari 40 contoh tanda tangan, guna menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Pusat Laboratorium Kriminal (Puslabkrim) Mabes Polri.
"Staf saya Salasiah, kini menjadi saksi dalam kasus ipal tersebut. Selain itu saya juga siap membantu proses penyidikan aparat Polri. Buktinya, kedatangan anggota Polres Kukar yang lalu juga telah meminta 40 contoh tanda tangan saya untuk diperiksa keasliannya di Puslabkrim Mabes Polri," tukas Syahranie.
Syahranie mengaku heran atas kenekatan Jois yang dinilainya berani memalsukan ijazah dan tandatangannya. "Saya tidak tahu bagaimana caranya Jois bisa berbuat melawan hukum seperti itu. Tanyakan saja ke Jois langsung," kata Syahranie.(*/dee)
Original Link http://www.kaltimpost.web.id/berita/index.asp?Berita=Politik