Sabtu, 21 Juni 2008

Generasi Penerus Bangsa Dalam Bahaya

Generasi Penerus Bangsa dalam Bahaya
OLEH: MUHAMMAD ZAIBI, S.Pd

Minimalkan Zat Aditif pada Makanan

HARUS diakui, tidak semua bahan pengawet berbahaya. Namun, tetap saja, kita harus berhati-hati. Bahan pengawet yang dikatakan aman, jika dikonsumsi melebihi dosis maksimum, tetap berbahaya. Adakah makanan dalam kemasan yang tanpa bahan pengawet? Rasanya pertanyaan tersebut terdengar aneh di zaman sekarang. Betapa tidak, nyaris setiap hari perut kita tak pernah absen menerima pasokan makanan berbahan pengawet.
Pada dasarnya ada beberapa alasan mengapa para produsen makanan mengawetkan produk mereka. Salah satunya karena daya tahan kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Pengawetan menjadikan makanan bisa disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Ini jelas sangat menguntungkan pedagang. Alasan lain, beberapa zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan itu sendiri. Seperti penambahan kalium nitrit agar olahan daging tampak berwarna merah segar. Tampilan yang menarik biasanya membuat konsumen jatuh hati untuk membeli.
Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama, GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali. Kedua, ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen. Ketiga, zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi, alias berbahaya seperti boraks, formalin, dan rhodamin B. Formalin, misalnya, bisa menyebabkan kanker paru-paru, gangguan pada alat pencernaan dan jantung. Sedangkan penggunaan boraks sebagai pengawet makanan dapat menyebabkan gangguan pada otak, hati, dan kulit.
Jenis dan dampak
Beberapa zat pengawet diindikasikan menimbulkan efek negatif jika dikonsumsi oleh individu tertentu, misalnya alergi atau digunakan secara berlebihan.
Pertama, kalsium benzoat. Bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil toksin (racun), bakteri spora dan bakteri bukan pembusuk. Asam benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari buah, sirup, dan ikan asin. Bahan ini bisa menyebabkan dampak negatif pada penderita asma dan bagi orang yang peka terhadap aspirin. Kalsium benzoat bisa memicu terjadinya serangan asma.
Kedua, sulfur dioksida (SO2). Bahan pengawet ini juga banyak ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang kering, sirup dan acar. Meski bermanfaat, penambahan bahan pengawet tersebut berisiko menyebabkan perlukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker, dan alergi.
Ketiga, kalium nitrit. Kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Sering digunakan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar tampak selalu segar, semisal daging kornet. Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1% atau 1 gram/kg bahan yang diawetkan. Untuk nitrat 0,2% atau 2 gram/kg bahan. Bila lebih dari jumlah tersebut bisa menyebabkan keracunan.
Keempat, kalsium propionat (natrium propionat). Keduanya yang termasuk dalam golongan asam propionat sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Bahan pengawet ini biasanya digunakan untuk produk roti dan tepung. Untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang disarankan adalah 0,32% atau 3,2 gram/kg bahan. Sedangkan untuk makanan berbahan keju, dosis maksimumnya adalah 0,3% atau 3 gram/kg bahan. Penggunaaan melebihi angka maksimum tersebut bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan kesulitan tidur.
Kelima, natrium metasulfat. Sama dengan kalsium dan natrium propionat, natrium metasulfat juga sering digunakan pada produk roti dan tepung. Bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan alergi pada kulit.
Keenam, asam sorbat. Beberapa produk beraroma jeruk, berbahan keju, salad, buah dan produk minuman kerap ditambahkan asam sorbat. Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat perlukaan di kulit. Batas maksimum penggunaan asam sorbat (mg/l) dalam makanan berturut-turut adalah sari buah 400; sari buah pekat 2100; squash 800; sirup 800; minuman bersoda 400.
Adapun bahan pengawet yang digolongkan tidak aman, di antaranya natamysin. Bahan yang kerap digunakan pada produk daging dan keju ini, bisa menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare, dan perlukaan kulit. Selain itu, ada kalium asetat, makanan yang asam umumnya ditambahi bahan pengawet ini. Padahal bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan rusaknya fungsi ginjal. Setelah itu, ada Butil Hidroksi Anisol (BHA), biasanya terdapat pada daging babi dan sosisnya, minyak sayur, shortening, keripik kentang, pizza, dan teh instan. Bahan pengawet jenis ini diduga bisa menyebabkan penyakit hati dan memicu kanker.
Pengawetan alamiah
Sebenarnya, tanpa bahan pengawet kimia yang berefek racun, seperti halnya formalin, masyarakat bisa melakukan pengawetan dengan memanfaatkan bahan alami. Salah satunya adalah menggunakan garam (NaCl). Cara ini sudah dilakukan beratahun-tahun dalam masyarakat kita.
Larutan garam yang masuk ke dalam jaringan diyakini mampu menghambat pertumbuhan aktivitas bakteri penyebab pembusukan, sehingga makanan tersebut jadi lebih awet. Prosesnya biasa disebut dengan pengasinan (curing) atau penggaraman (maka lahirlah istilah ikan asin).
Pengawetan dengan garam ini memungkinkan daya simpan yang lebih lama dibanding dengan produk segarnya yang hanya bisa bertahan beberapa hari atau jam. Contohnya ikan yang hanya tahan beberapa hari, bila diasinkan bisa disimpan selama berminggu-minggu. Tentu saja prosedur pengawetan ini perlu mendapat perhatian karena konsumsi garam secara berlebihan bisa memicu penyakit darah tinggi. Apalagi jika keluarga si anak memiliki riwayat hipertensi.
Metode lain yang dianggap aman adalah pengawetan dengan menyimpan bahan pangan tersebut pada suhu rendah. Suhu di bawah 0oC mampu memperlambat reaksi metabolisme, di samping mencegah perkembangbiakan mikroorganisme yang bisa merusak makanan.
Cara lain yang juga kerap dilakukan untuk mengawetkan makanan adalah pengeringan karena air bebas merupakan faktor utama penyebab kerusakan makanan. Semakin tinggi kadar air dalam makanan tertentu, semakin cepat proses kerusakannya. Melalui proses ini, air yang terkandung dalam bahan makanan akan diminimalkan. Dengan begitu, mikroorganisme perusak makanan tidak bisa berkembang biak.
KANDUNGAN ZAT ADDITIVE PADAP RODUK KEMASAN
1. Pengertian
Zat additive adalah bahan tambahan makanan yang berguna sebagai pelengkap pada suatu bahan
2. Kegunaan
Zat additive pada produk makanan dan minuman berfungsi sebagai bahan yang dapat memperpanjang masa simpan produk serta untuk memperoleh mutu sensoris (citarasa,warna,dan tekstur)
3. Bahaya
Penggunaan zat addtive secara berlebihan dapat membahayakan kesehatan karena bahan tersebut ada kemungkinan bersifat mutagenik/karsinogenik yang dapat menimbulkan kelainan genetik seperti kanker, penuaan sel, dan kerusakan organ yang lain.
4. Macam-macam bahan alamiah pengganti
Zat Pemanis :
Ø Pemanis nutritif (menghasilkan kalori), berasal dari tanaman (sukrosa/ gula tebu, gula bit, xylitol dan fruktosa), dari hewan (laktosa, madu), dan dari hasil penguraian karbohidrat (sirup glukosa, dekstrosa, sorbitol).
Ø Pemanis non nutritif (tidak menghasilkan kalori), berasal dari tanaman (steviosida), dari kelompok protein (miralin, monellin, thaumatin).
Zat Pewarna :
Ø Daun suji untuk warna hijau
Ø Gula merah untuk warna coklat
Ø Kunyit untuk warna kuning
Ø Daun jati untuk warna merah
Ø Kulit buah manggis untuk warna ungu
Pewarna alami adalah pigmen-pigmen yang diperoleh dari bahan nabati, hewani, bakteri dan algae. Pigmen tersebut antara lain :
Ø Antosianin (oranye, merah biru)
Ø Betasianin dan betanin (kuning dan merah)
Ø Karotenoid (kuning merah dan oranye)
Ø Klorofil (warna hijau sampai hijau kotor)
Ø Flavonoid (kuning)
Ø Tanin (kuning)
Ø Betalain (kuning, merah)
Ø Kuinon (kuning sampai hitam)
Ø Xantin (kuning)
Ø Pigmen heme (merah, coklat)
Zat warna alami komersial yang diijinkan untuk dipakai pada makanan dan minuman di Indonesia antara lain: anato, karamel, karoten, karmin, klorofil, safron, santaksantin, titanium dioksida dan tumerik.
5. Jenis-jenis
Bahan tambahan makanan yang diijinkan digunakan pada makanan terdiri dari 11 golongan yaitu:
1. Antioksidan (untuk mencegah/ menghambat oksidasi)
2. Antikempal (untuk mencegah mengempalnya makanan yang berupa bubuk)
3. Pengatur keasaman (untuk mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman makanan)
4. Pemanis buatan (zat yang dapat menimbulkan rasa manis pada makanan yang tidak/ hampir tidak memiliki nilai gizi)
5. Pemutih dan pematang tepung (mempercepat proses pemutihan untuk memperbaiki mutu pemanggangan)
6. Pengemulsi, pemantap dan pengental (untuk membantu terbentuknya sistem dispersi yang homogen pada makanan)
7. Pengawet (untuk mencegah / menghambat kerusakan oleh mikroba)
8. Pengeras (untuk memperkeras / mencegah melunaknya makanan)
9. Pewarna (untuk memperbaiki / memberi warna pada makanan)
10. Penyedap rasa dan aroma (untuk memberikan, menambah, mempertegas rasa dan aroma)
11. Sequesteran (untuk mengikat ion logam yang ada pada makanan)
6. Kandungan zat additive yang ada pada produk:
1. Kandungan zat additive pada produk makanan seperti:
antioksidan dinatrium benzoat,natrium benzoat,kalsium benzoat, kalium benzoat, pewarna, ferro fumarat, asam sitrat, vitsin, sodium benzoat, zat besi, pengatur keasaman, pengental, asam folat, thickener, guargum, mononatrium glutamat, trikalsium fosfat, asam laktat, asam asetat,tokoferol,citrid acid, lactid acid, potassium, ascorbid acid, metil-p-hidroksi benzoat.
2. Kandungan zat additive pada produk minuman seperti natrium banzoat, pewarna, natrium sulfat, asam sitrat, natrium nitrit, mononatrium glutamat, poliphospat, ascorbid acid, magnesium karbonat, natrium klor, asam laktat, belerang dioksida, sodium nitrit
Formalin pada makanan
Pernahkah anda membaca label isi kandungan makanan ringan yang anda beli? Jika diperhatikan betul-betul, anda pasti sadar selain komponen utama makanan atau obat-obatan yang anda beli sering mengandungi berbagai bahan campuran lain. Contohnya, bahan-bahan campuran yang diberi nama huruf awal "E", seperti E101 (Riboflavin), E123 (Amaranth), E211 (Natrium Benzoate), E249 (Kalium Nitrit), E322 (Lesitin) dan sebagainya. Bahan-bahan campuran ini diberi nama aditif. Jadi zat aditif makanan merupakan zat yang yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan maksud meningkatkan cita rasa, tampilan, daya simpan, dll.
Bahan aditif makanan dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok tertentu tergantung kegunaanya, diantaranya:
Ø MSG sebagai penguat rasa makanan dan juga untuk melezatkan makanan. MSG merupakan zat aditif makanan buatan, sedangkan yang alami diantaranya adalah bunga cengkeh.
Ø Tartrazin adalah pewarna makanan buatan yang mempunyai banyak macam pilihan warna, diantaranya Tartrazin CI 19140. Bahan pewarna makanan alami diantaranya adalah daun pandan.
Ø Gom Arab adalah bahan aditif alami yang gunanya untuk mengemulsi minyak dan air agar dapat bersatu.
Ø Garam alginat dan gliserin marupakan bahan adtif buatan yang digunakan untuk menstabilkan dan memekatkan suatu makanan sehinggga dapat membuat makanan bertekstur lembut dan rata
Bahan aditif juga bisa membuat penyakit jika tidak digunakan sesuai dosis, apalagi bahan aditif buatan atau sintetis. Penyakit yang biasa timbul dalam jangka waktu lama setelah menggunakan suatu bahan aditif adalah kanker, kerusakan ginjal, dan lain-lain. Lebih parah lagi, apabila zat aditif yang digunakan sebenarnya bukan untuk dikonsumsi
manusia (karena bersifat toxic) seperti pewarna merah Rhodamine-B (pewarna textile), Borax sebagai pengenyal dan pengawet (racun semut/kecoa serta bahan campuran barang industri termasuk pembuatan kaca anti peluru), Formalin sebagai pengawet makanan basah (biasa di gunakan mengawetkan mayat), Gula tetes serta pemanis buatan yang tidak disarankan antara lain Sakarin (daya manis hingga 500x gula tebu), dll.
TENTANG FORMALIN
Formalin : adalah larutan formaldehida dalam air, dengan kadar antara 10%-40%.Penggunaan Formalin yang salah adalah hal yang sangat disesalkan. Melalui sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium, ditemukan sejumlah produk pangan yang menggunakan formalin sebagai pengawet. Praktek yang salah seperti ini dilakukan oleh produsen atau pengelola pangan yang tidak bertanggung jawab. Beberapa contoh prduk yang sering diketahui mengandung formalin misalnya
Ikan segar : Ikan basah yang warnanya putih bersih, kenyal, insangnya berwarna merah tua (bukan merah segar), awet sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk.
Ayam potong : Ayam yang sudah dipotong berwarna putih bersih, awet dan tidak mudah busuk.
Mie basah : Mie basah yang awet sampai beberapa hari dan tidak mudah basi dibandingkan dengan yang tidak mengandung formalin.
Tahu : Tahu yang bentuknya sangat bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari dan tidak mudah basi
Akibat bagi manusia : Karena resin formaldehida dipakai dalam bahan konstruksi seperti kayu lapis/tripleks, karpet, dan busa semprot dan isolasi, serta karena resin ini melepaskan formaldehida pelan-pelan, formaldehida merupakan salah satu polutan dalam ruangan yang sering ditemukan. Apabila kadar di udara lebih dari 0.1 mg/kg, formaldehida yang terhisap bisa menyebabkan iritasi kepala dan membran mukosa, yang menyebabkan keluar air mata, pusing, teggorokan serasa terbakar, serta kegerahan.
Kalau terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi jadi asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematiannya.
Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal. Binatang percobaan yang menghisap formaldehida terus-terusan terserang kanker dalam hidung dan tenggorokannya, sama juga dengan yang dialami oleh para pegawai pemotongan papan artikel. Tapi, ada studi yang menunjukkan apabila formaldehida dalam kadar yang lebih sedikit, seperti yang digunakan dalam bangunan, tidak menimbulkan pengaruh karsinogenik terhadap makhluk hidup yang terpapar zat tersebut.
Pembuatan: Secara industri, formaldehida dibuat dari oksidasi katalitik metanol. Katalis yang paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida besi dan molibdenum serta vanadium. Dalam sistem oksida besi yang lebih sering dipakai (proses Formox), reaksi metanol dan oksigen terjadi pada 250 °C dan menghasilkan formaldehida, berdasarkan persamaan kimia
2 CH3OH + O2 → 2 H2CO + 2 H2O.
Katalis yang menggunakan perak biasanya dijalankan dalam hawa yang lebih panas, kira-kira 650 °C. dalam keadaan begini, akan ada dua reaksi kimia sekaligus yang menghasilkan formaldehida: satu seperti yang di atas, sedangkan satu lagi adalah reaksi dehidrogenasi
CH3OH → H2CO + H2.
Bila formaldehida ini dioksidasi kembali, akan menghasilkan asam format yang sering ada dalam larutan formaldehida dalam kadar ppm. Di dalam skala yang lebih kecil, formalin bisa juga dihasilkan dari konversi etanol, yang secara komersial tidak menguntungkan.
Kegunaan lain Formaldehide (bahan Formalin):
Pengawet mayat
Pembasmi lalat dan serangga pengganggu lainnya.
Bahan pembuatan sutra sintetis, zat pewarna, cermin, kaca
Pengeras lapisan gelatin dan kertas dalam dunia Fotografi.
Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
Bahan untuk pembuatan produk parfum.
Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
Pencegah korosi untuk sumur minyak
Dalam konsentrat yang sangat kecil (kurang dari 1%), Formalin digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil, lilin, dan pembersih karpet.
Efek samping zat aditif
Bahan aditif juga bisa membuat penyakit jika tidak digunakan sesuai dosis, apalagi bahan aditif buatan atau sintetis. Penyakit yang biasa timbul dalam jangka waktu lama setelah menggunakan suatu bahan aditif adalah kanker, kerusakan ginjal, dan lain-lain. Maka dari itu pemerintah menagtur penggunaan bahan aditif makanan scara ketat dan juga melarang pengguanaan bahan aditif makanan tertentu jika dapat menimbulakan masalah kesehatan yang berbahaya. Pemerintah juga melakukan berbagai penelitian guna menemukan bahan aditif makanan yang aman dan murah Menurut Dr. Sri Durjati Boedihardjo, ada beberapa alasan mengapa para pembuat makanan mengawetkan produk mereka. Salah satunya karena daya tahan kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah rusak ( *perishable*). Dengan pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan dan ini jelas-jelas sangat menguntungkan pedagang. Alasan lain, beberapa zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan itu sendiri. Seperti penambahan kalium nitrit agar olahan daging tampak berwarna merah segar. Tampilan yang menarik biasanya membuat konsumen jatuh hati untuk membelinya. Menurut pakar gizi dari RS Internasional Bintaro, Banten, secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga. Ada GRAS (*Generally Recognized as Safe *) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali. Jenis berikut adalah ADI (*Acceptable Daily Intake*), yangselalu ditetapkanbatas penggunaan hariannya (*daily intake* ) guna melindungi kesehatan konsumen. Terakhir adalah zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi, alias berbahaya seperti boraks, formalin dan rhodamin B. Formalin, misalnya, bisa menyebabkan kanker paru-paru serta gangguan pada alat pencernaan dan jantung. Sedangkan penggunaan boraks sebagai pengawet makanan dapat menyebabkan gangguan pada otak, hati, dan kulit. PENGAWETAN ALAMIDENGAN GARAM Salah satu metode pengawetan alami yang sudah dilakukan masyarakat luas selama bertahun-tahun adalah penggunaan garam atau NaCl. Larutan garam yang masuk ke dalam jaringan diyakini mampu menghambat pertumbuhan aktivitas bakteri penyebab pembusukan, sehingga makanan tersebut jadi lebih awet. Pengawetan dengan garam ini memungkinkan daya simpan yang lebih lama dibanding dengan produk segarnya yang hanya bisa bertahan beberapa hari atau jam saja. Contohnya ikan yang hanya tahan beberapa hari, bila diasinkan bisa disimpan selama berminggu-minggu. Tentu saja prosedur pengawetan ini perlu mendapat perhatian karena konsumsi garam secara berlebihan bisa memicu penyakit darah tinggi. Apalagi jika keluarga si anak memiliki riwayat hipertensi. DENGAN SUHU RENDAHMetode lain yang dianggap aman adalah pengawetan dengan menyimpan bahan pangan tersebut pada suhu rendah. Suhu di bawah nol derajat Celcius mampu memperlambat reaksi metabolisme, disamping mencegah perkembangbiakan mikroorganisme yang bisa merusak makanan. Prosedur pengawetan melalui pembekuan ini bisa membuat makanan awet disimpan selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Meski begitu, kualitas makanan yang dibekukan tetap saja berkurang sedikit dibandingkan makanan segarnya. Selain itu, pembekuan juga berpengaruh terhadap rasa, tekstur dan warna maupun sifat-sifat lain dari makanan tersebut. DENGAN PENGERINGANCara lain yang juga kerap dilakukan untuk mengawetkan makanan adalah pengeringan karena air bebas merupakan faktor utama penyebab kerusakan makanan. Semakin tinggi kadar air dalam makanan tertentu, maka semakin cepat proses kerusakannya. Melalui proses ini, air yang terkandung dalam bahan makanan akan diminimalkan. Dengan begitu, mikroorganisme perusak makanan tidak bisa berkembang biak. Seperti halnya makhluk hidup yang kita jumpai sehari-hari, baik jamur, kuman, maupun bakteri memerlukan air untuk bisa bertahan hidup. Namun agar hasilnya bisa maksimal, proses pengeringan harus berjalan sempurna. Jika tidak, jamur dan mikroba tetap bisa tumbuh pada makanan yang berarti tidak aman lagi dikonsumsi. Lebih lanjut, ahli gizi yang kerap disapa Ndung ini menuturkan, berdasarkan Permenkes No.722/88 terdapat 25 jenis pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Meski termasuk kategori aman, hendaknya bahan pengawet tersebut harus digunakan dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. BAHAN-BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN:1. asam benzoat, 2. asam propionat, 3. asam sorbat, 4. sulfur dioksida, 5. etil p-hidroksi benzoat, 6. kalium benzoat, 7. kalium sulfit, 8. kalium bisulfit, 9. kalium nitrat, 10. kalium nitrit, 11. kalium propionat, 12. kalium sorbat, 13. kalsium propionat, 14. kalsium sorbat, 15. kalsium benzoat, 16. natrium benzoat, 17. metil-p-hidroksi benzoat, 18. natrium sulfit, 19. natrium bisulfit, 20. natirum metabisulfit, 21. natrium nitrat, 22. natrium nitrit, 23. natrium propionat, 24. nisin, dan 25. propil-p-hidroksi benzoat. BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN NAMUN KURANG AMAN Beberapa zat pengawet berikut diindikasikan menimbulkan efek negatif jika dikonsumsi oleh individu tertentu, semisal yang alergi atau digunakan secara berlebihan. Kalsium BenzoatBahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil toksin (racun), bakteri spora dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat mempengaruhi rasa. Bahan makanan atau minuman yang diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair. Asam benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari buah, sirup, dan ikan asin. Bahan ini bisa menyebabkan dampak negatif pada penderita asma dan bagi orang yang peka terhadap aspirin. Kalsium Benzoat bisa memicu terjadinya serangan asma. Sulfur Dioksida (SO2)Bahan pengawet ini juga banyak ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang kering, sirup dan acar. Meski bermanfaat, penambahan bahan pengawet tersebut berisiko menyebabkan perlukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi. Kalium nitritKalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Sering digunakan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar tampak selalu segar, semisal daging kornet. Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1% atau 1 gram/kg bahan yang diawetkan. Untuk nitrat 0,2% atau 2 gram/kg bahan. Bila lebih dari jumlah tersebut bisa menyebabkan keracunan, selain dapat mempengaruhi kemampuan sel darah membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah. Kalsium Propionat/Natrium Propionat Keduanya yang termasuk dalam golongan asam propionat sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Bahan pengawet ini biasanya digunakan untuk produk roti dan tepung. Untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang disarankan adalah 0,32% atau 3,2 gram/kg bahan. Sedangkan untuk makanan berbahan keju, dosis maksimumnya adalah 0,3% atau 3 gram/kg bahan. Penggunaaan melebihi angka maksimum tersebut bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan kesulitan tidur. Natrium MetasulfatSama dengan Kalsium dan Natrium Propionat, Natrium Metasulfat juga sering digunakan pada produk roti dan tepung. Bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan alergi pada kulit. Asam SorbatBeberapa produk beraroma jeruk, berbahan keju, salad, buah dan produk minuman kerap ditambahkan asam sorbat. Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat perlukaan di kulit. Batas maksimum penggunaan asam sorbat (mg/l) dalam makanan berturut-turut adalah sari buah 400; sari buah pekat 2100; squash 800; sirup 800; minuman bersoda 400. BAHAN PENGAWET YANG TIDAK AMANNatamysin Bahan yang kerap digunakan pada produk daging dan keju ini, bisa menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare dan perlukaan kulit. Kalium Asetat Makanan yang asam umumnya ditambahi bahan pengawet ini. Padahal bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan rusaknya fungsi ginjal. Butil Hidroksi Anisol (BHA)Biasanya terdapat pada daging babi dan sosisnya, minyak sayur, *shortening*, keripik kentang, pizza, dan teh instan. Bahan pengawet jenis ini diduga bisa menyebabkan penyakit hati dan memicu kanker. TIPS AMAN MEMILIH MAKANAN:Ø Amati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh berbeda dari warna aslinya. Snack, kerupuk, mi, es krim yang berwarna terlalu mencolok ada kemungkinan telah ditambahi zat pewarna yang tidak aman. Demikian juga dengan warna daging sapi olahan yang warnanya tetap merah, sama dengan daging segarnya. Ø Jangan lupa cicipi juga rasanya. Biasanya lidah kita juga cukup jeli membedakan mana makanan yang aman dan mana yang tidak. Makanan yang tidak aman umumnya berasa tajam, semisal sangat gurih dan membuat lidah bergetar. Ø Perhatikan juga kualitas makanan tersebut, apakah masih segar, atau malah sudah berjamur yang bisa menyebabkan keracunan. Makanan yang sudah berjamur menandakan proses pengawetan tidak berjalan sempurna, atau makanan tersebut sudah kedaluwarsa. Ø Baui juga aromanya. Bau apek atau tengik pertanda makanan tersebut sudah rusak atau terkontaminasi oleh mikroorganisme. Ø Amati komposisinya. Bacalah dengan teliti adakah kandungan bahan-bahan makanan tambahan yang berbahaya yang bisa merusak kesehatan. Ø Ingat juga, kriteria aman itu bervariasi. Aman buat satu orang belum tentu aman buat yang lainnya. Bisa saja pada anak tertentu bahan pengawet ini menimbulkan reaksi alergi. Tentu saja reaksi semacam ini tidak akan muncul jika konsumennya tidak memiliki riwayat alergi. Ø Kalaupun hendak membeli makanan impor, usahakan produknya telah terdaftar di Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) yang bisa dicermati dalam label yang tertera di kemasannya.
”Label pada kemasan produk pangan bukan sekadar hiasan. Di atasnya terkandung banyak "cerita" tentang produk di dalam kemasannya bagi calon pembeli. Cerita itu pula yang membantu calon pembeli untuk memutuskan membeli atau tidak”

Setiap kali hendak membeli pangan dalam kemasan, yang pertama kali dilihat calon konsumen adalah kemasan dan labelnya. Kemasan itu sangat beragam bentuk dan bahannya. Namun, yang lebih penting adalah label yang terdapat pada kemasan itu. Dari label inilah konsumen mengetahui banyak hal soal produk di dalam kemasan itu.
Setidaknya, ada delapan jenis informasi yang bisa diketahui dari label kemasan produk pangan. Yakni sertifikasi halal, nama produk, kandungan isi, waktu kedaluwarsa, kuantitas isi, identifikasi asal produk, informasi gizi, dan tanda-tanda kualitas lainnya. Informasi-informasi ini mesti diperhatikan dengan seksama supaya konsumen tidak salah beli.
Selain itu, ada pula informasi yang tidak boleh dicantumkan pada label kemasan. Informasi itu menyangkut hal-hal yang membingungkan dan membuat rancu konsumen. Juga, informasi tentang sesuatu ciri khas yang sebenarnya dimiliki oleh produk pangan sejenis. Umpamanya, tulisan tanpa zat pewarna untuk produk yang memang dilarang menggunakan zat pewarna. Informasi efek pengobatan atau penyembuhan penyakit tertentu, juga tidak boleh dicantumkan pada label kemasan produk pangan bukan dietetik.
Supaya tahu harga zat gizinya
Sertifikasi halal untuk Indonesia yang sebagian besar penduduknya muslim memang sangat penting. Karena itu, produk makanan dalam kemasan yang beredar di Indonesia sekarang harus halal seperti dicantumkan pada labelnya. Kehalalan ini sebenarnya tidak terbatas pada bahannya saja, tetapi juga pemrosesannya. Dengan begitu kehalalan mencerminkan tingkat sanitasi dan higiene optimal produk itu. Ini jelas menguntungkan pengusaha karena pasarnya menjadi terbuka lebar, tidak cuma terbatas pada konsumen muslim.
Pada setiap kemasan nama produk pada labelnya merupakan informasi utama yang memungkinkan konsumen mengidentifikasi jenis produk itu. Penamaannya dapat karena aturan, macam susu, mentega, atau minyak goreng. Atau, karena penggunaan komersialnya, seperti tepung telur, tepung ikan, atau hati bebek Barbarie. Penamaan secara fantasi tidaklah mencukupi dan harus mengidentifikasikan keadaan sebenarnya atau perlakuan yang diperolehnya. Contohnya, susu bubuk, gula pasir, sayuran terliofilisasi, susu UHT (ultra high temperature), atau susu pasteurisasi.
Terkadang, untuk maksud dikenal, penamaan dilakukan dengan dua nama mirip namun berbeda. Contohnya yoghurt (Anglo-saxon) dan yaourt (Prancis). Yaourt adalah susu fermentasi yang menggunakan hanya dua macam bakteri, S. thermophilus dan L. delbrueckii subsp. Bulgaricus. Sedangkan pada yoghurt, di samping dua bakteri tadi diizinkan pula penambahan mikroba macam Bifidobacterium longum atau L. acidophilus.
Dalam label kemasan bisa ditemukan kandungan isi, yaitu semua substansi, termasuk zat aditif, yang digunakan dalam pembuatan atau persiapan pangan dalam kemasan. Informasi tentang bahan itu disusun dari yang persentasenya tertinggi hingga terendah, namun ini tidak merupakan keharusan. Kecuali diberikan pada bahan yang memberikan pengaruh khusus, umpamanya kolesterol. Pada makanan kaleng ikan thon dalam minyak misalnya, persentase minyak tak perlu dicantumkan lantaran minyak bukan khas untuk pangan ini. Yang menjadi titik beratnya adalah jenis ikannya. Produk seperti kentang, kacang tanah, cuka asli, sayur segar, dan buah umumnya dibebaskan dari ketentuan ini. Yang juga tidak perlu dicantumkan adalah beberapa aditif yang ditambahkan selama proses dan akan hilang atau tak tampak pada produk akhir.
Bahan aditif yang mesti dicantumkan dalam kandungan isi meliputi substansi sintetis atau alami yang ditambahkan untuk memperbaiki penampilan bau, rasa, konsistensi atau lama penyimpanannya. Terdapat lebih dari 100 macam aditif makanan kemasan, di antaranya sebagai pewarna, pengawet, antioksida, emulsi, stabilisator atau pengental. Sayangnya, direkomendasikan atau tidaknya bahan-bahan itu untuk makanan sering kali tidak diketahui.
Biasanya, bahan aditif tadi diberi kode huruf E (Eropa) dan diikuti dengan tiga angka. Misalnya, E 100 sebagai kode pewarna, E 200 kode konsevator, E 300 kode antioksida, dan E 400 kode pengemulsi atau stabilisator. Contoh aditif itu adalah E 200 asam sorbat, E 201 Na sorbat, E 300 asam askorbat, E311 oktil gallat, E 320 butilhidroksilanisol (BHA), dan E 321 butilhidroksiltoluena (BHT).
Supaya tidak salah beli atau kecewa, teliti sebelum membeli. (Foto2: Gde)
Pada label kemasan produk pangan juga tercantum kuantitas isinya. Satuan kuantitas adalah liter untuk produk berupa cairan dan gram atau satuan bobot lainnya untuk produk lainnya. Bobot bahan dapat dimakan pada produk pangan cair sebaiknya juga dicantumkan, kecuali yang kurang dari 20 g. Kuantitas ini harus dicantumkan agar konsumen terbantu dalam menghitung harga.
Informasi gizi pada label kemasannya hanya bersifat fakultatif (anjuran). Biasanya, produsen mencantumkannya untuk memenangkan kompetisi dengan produk sejenis. Informasi ini biasanya dihitung untuk setiap 100 g pangan tersebut. Dengan informasi ini konsumen dapat membandingkan harga zat gizinya dengan mudah. Jadi, konsumen bisa memilih produk dengan harga terendah untuk setiap zat gizinya.
Zat gizi yang diinformasikan dalam label di antaranya energi, serat kasar (yakni bahan tidak tercerna tapi berguna untuk memperlancar transit digestif), gula sederhana (sakarosa, glukosa, fruktosa), protein (asam amino), lemak (jenuh atau tak jenuh), vitamin, mineral, dan polyol (sorbitol, xylol, dan mannitol). Khusus energi, umumnya dinyatakan dalam satuan kilokalori (kcal) atau kalori (cal), meski dalam aturan resmi internasionalnya menggunakan satuan kilojaule (kJ). Energi ini umumnya berasal dari karbohidrat, lemak, dan protein pangan yang bersangkutan (1 g protein/karbohidrat menyumbang 4 kcal dan 1 g lemak memberi 9 kcal).
Dalam dunia perdagangan, sering pula ditemukan informasi tambahan untuk kebutuhan kompetisi dengan produk sejenis. Informasi itu di antaranya diperkaya akan … atau diperingan kadar …. Diperkaya akan … sering untuk menjelaskan adanya tambahan zat yang seharusnya ada secara alami namun hilang selama proses pembuatan. Untuk maksud ini dalam label biasanya dituliskan dengan kalimat kadar terjamin akan ….
Informasi diperkaya akan … juga untuk menunjukkan adanya penambahan zat yang masih ada namun dalam jumlah yang kurang sebagaimana dibutuhkan konsumen. Umpamanya, diperkaya akan vitamin A, yang artinya produk itu telah mengandung 15 - 40% kadar vitamin A dari yang dianjurkan dikonsumsi setiap hari.
Seandainya kandungannya kurang dari 15%, sering kali hanya ditulis secara alami kaya akan …. Sedangkan untuk menjelaskan makanan yang diperingan, terutama untuk makanan dietetik (untuk keperluan diet), khususnya berkaitan dengan kadar kolesterol, informasinya ditulis dengan kata-kata kadar yang berkurang dari …. Sedangkan untuk menjelaskan kadar gula, lemak, atau protein yang kadarnya dikurangi dari semestinya, digunakan kalimat … ringan dalam ….
Pada label biasanya juga terdapat tanda-tanda kualitas tertentu. Pada air minum kemasan, misalnya, biasanya perusahaan mencantumkan asal air yang dikemas. Pada labelnya biasanya tercantum diambil dari mata air …. Dengan cara ini konsumen mengetahui kualitas air di daerah itu. Namun, ada juga air minum kemasan yang diaku oleh produsennya berasal dari daerah pegunungan tertentu, seperti dicantumkan pada labelnya, meskipun sebenarnya cuma diambil dari daerah sekitar Jakarta. Terhadap ketidakjujuran macam ini, mestinya konsumen melakukan penalti dengan tidak membelinya.
Jaminan untuk konsumen lainnya, misalnya dalam bentuk nama. Umpamanya, gudeg Ny. Juminten, ayam goreng Mbok Berek (Kalasan), wajik Ny. Week (Salaman, Magelang), bakpia Pathok 75, geplak Bantul, keripik Sokaraja. Bagi orang yang telah merasakan, ungkapan tadi sudah cukup, meskipun kurang lengkap.
Soal kedaluwarsa
Satu informasi dalam label yang paling populer dan sering diperhatikan adalah masa kedaluwarsa produk. Masa kedaluwarsa (expired date) memang wajib dicantumkan dalam kemasan produk pangan, kecuali untuk buah-buahan atau sayuran segar, roti, kue, panganan yang diperkirakan habis dalam 24 jam. Juga untuk produk cuka, garam dapur, gula pasir, kembang gula, permen karet, dan keju yang dibuat dengan tujuan matang dalam kemasannya. Masa kedaluwarsa tadi dinyatakan dalam satu di antara tiga cara, yakni tanggal akhir konsumsi (TAK), tanggal akhir penggunaan optimal (TAPO), dan tanggal pembuatan (TP).
Contoh berbagai informasi yang terdapat dalam kemasan.
TAK dalam kemasan sering tertulis sebagai dikonsumsi sebelum tanggal …. TAK macam ini harus dicantumkan pada kemasan pangan mudah rusak, yakni pangan yang masa penyimpanannya kurang dari 6 - 8 minggu. Contohnya, susu pasteurisasi, yoghurt, krim, dan keju. Tanggal ini mesti tercantum jelas dan disertai cara penyimpanan yang diperlukan untuk mencapai tanggal itu. Begitu TAK dicapai, pangan dalam kemasan itu tidak bersih atau sehat lagi, dan harus ditarik dari peredaran sehari sebelum batas TAK.
TAPO dicantumkan pada label kemasan produk pangan yang daya simpannya lebih dari enam minggu, yakni pangan yang tidak membahayakan kesehatan. Di antaranya bumbu dapur, susu, produk beku, dan minuman. Penulisan TAPO dalam kemasannya adalah sebaiknya digunakan …, dikonsumsi sebelum …, atau sebelum akhir …. Jika lama TAPO kurang dari tiga bulan, yang dicantumkan berupa tanggal dan bulan. Bila lama TAPO-nya 3 - 18 bulan, ditulis bulan dan tahun. Yang lebih dari 18 bulan, yang dicantumkan tahunnya saja. Begitu TAPO tercapai, produk di dalam kemasan akan kehilangan kualitas rasa, bau, dan nutrisi.
Untuk produk pangan terkonversi lama, semi konversi, pangan beku, susu bubuk kering, dan mentega, masa kedaluwarsa yang wajib dicantumkan dalam label kemasan adalah TP. Penulisannya ada berbagai cara. Misalnya, untuk produk susu bubuk yang dibuat 24 April 1997, cara penulisannya bisa 24.4.97; 97-113 (dua angka pertama menunjukkan tahun pembuatan, tiga angka berikutnya hari ke berapa dari tanggal pembuatannya yang dihitung sejak 1 Januari 1998); atau N-113 (kode huruf tahun pembuatan untuk produk tersebut dan hari ke berapa dari tanggal pembuatannya yang dihitung sejak 1 Januari 1998).
Informasi soal identifikasi asal produk dan lainnya dapat dinyatakan dalam kode bergaris (bar code). Di bawah garis-garis vertikal yang dapat dibaca dengan teknologi optik itu, umumnya terdapat 13 angka. Dua angka pertama menunjukkan negara asal, lima angka berikutnya pembuat dan distributornya, lima angka selanjutnya merupakan identifikasi produk itu sendiri, dan satu angka terakhir adalah angka kontrol.
Dengan berbagai informasi pada label kemasan produk pangan, diharapkan konsumen tidak keliru dalam menentukan dan mendapat jaminan kualitas dan kuantitas peroduk. Anda sebagai konsumen hendaknya juga selalu ingat pada pesan yang terkesan klise namun hingga kini tetap dianggap bermanfaat, yakni "teliti sebelum membeli". (Dr. Ir. Tridjoko Wisnu Murti, D.E.A.)


DAFTAR PUSTAKA
Judul : Minimalkan Zat Aditif pada Makanan
Alamat :http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/012006/05/cakrawala/lainnya01.htm
Penulis:-
Judul : Meminimalkan Bahaya Zat-Zat Aditif Pada Makanan
Alamat : http://www.mail-archive.com/balita-anda@balita-anda.com/msg91064.html
Penulis: Andrie S. Praputranto

Judul Judul : Cerita Di Balik Label Makanan Cerita Di Balik Label Makanan
Alamat : http://mahardika014.tripod.com/
Penulis:


Judul Judul : Kandungan yat aditif pada makanan kemasan
Alamat : http://id.wikipedia.org/wiki/Aditif_makanan
Penulis: ESA MAHARDIKA LESTAR

Judul Judul : Formalin pada makanan
Alamat : http://www.indomedia.com/intisari/1998/september/label.htm
Penulis :
OLEH:

ESA MAHARDIKA LESTARI

0 komentar: