Rabu, 07 Mei 2008

sentralistik dan desentralistik pendidikan

SENTRALISTIK DAN DISENTRALISTIK PENDIDIKAN


A. LATAR BELAKANG

Didalam pembukan UUD 1945 dinyatakan tujuan kita membentuk negara kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mampu survaive didalam menghadapi kesulitan .
Dewasa ini Bangsa Indonesia menghadapi krisis yang global dalam bidang politik, sosial, budaya, hukum, ekonomi dan tidak dapat disangkal lagi dalam bidang pendidikan. pendidikan tidak terlepas dari dunia politik, sosial budaya, ekonomi dan hukum suatu bangsa. Bangsa yang besar dan maju adalah bangsa yang meletakan pendidikan sebagai satua landasan yang paling utama dalam suatu negara, sebagai contoh negara RRC, Banglades, Amerika serikat, Kanada, Malaysia dan beberapa negara besar yang lain. Perkembangan ekonomi akan semakin pesat apabila pendidikan diutamakan karena itu membangun masyarakat berpengetahuan sangatlah diutamakan.
Untuk membangun masalah – masalah diatas maka sangat perlu untuk kembali meyimak arti dari kehidupan demokrasi. Kehidupan demokrasi adalah kehidupan yang menghargai akan potensi individu yaitu individu yang berbeda dan individu yang mau hidup bersama. Dengan demikian menyamakan kehidupan masyarakat adalah bertentangan dengan demokrasi.
Dalam bidang pendidikan semua warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang baik, juga mempunyai kewajiban yang sama untuk membangun pendidikan nasional yang berkualitas. Oleh karena itu untuk membangun masyarakat yang berdemokrasi sangat perlu untuk mengembangkan pemerintahan yang desentralistik dimana kekuasaan menitik beratkan pada partisifasi rakyat banyak. Sudah tentu untuk mencapai masyarakat yang demokrasi tidak dapat dicapai dengan menggunakan sistim pemerintahan yang sentralistik yang hanya mengikuti petunjuk – petunjuk dari atas.
Dengan adanya UU No 22 tahun 1999 mengenai otonomi daerah dan UU No 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah, merupakan konsekwensi dari keinginan era repormasi untuk menghidupkan kehidupan demokrasi, sehingga tidak ada jurang pemisah antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Oleh karena itu marilah kita bentuk masyarakat yang berpengetahuan dan mencari paradigma baru dalam membangun pendidikan dalam rangka memulihkan krisis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan hukum yang ada di negara kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini.
Besar harapan kita semoga Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar yang selalu kita banggakan dan dapat disegani oleh bangsa – bangsa lain dan mampu untuk bersaing dalam bidang pendidikan sebagai hasil dari inovasi-inovasi, kreasi yang dihasilkan dari kebebasan berfikir dan bertindak.

URAIAN MATERI

1.Paradigma pembangunan pendidikan.
Thomas S. Kuhn didalam bukunya yang terkenal the struktur of scentific revolution yang pertama kali mempopulerkan makna paradigma. Menurut kamus umum bahasa indonesia ( KUBI) arti paradigma adalah ; daptar, contoh, perubahan. Jadi menurut pandangan penulis paradigma pembangunan pendidikan dapat kami artikan cara berfikir atau perubahan pembangunan pendidikan di indonesia.
Dari konsep pengertian paradigma diatas marilah kita tinjau perubahan pembangunan pendidikan diantaranya:
a. masa pra – orde baru
b. masa orde baru
c. masa krisis
d. era repormasi
e. paradigma baru pembangunan pendidikan

masa pra- orde baru
pada masa orde baru politik dijadikan sebagai panglima. Segala kegiatan diarahkan kepada berbagai usaha untuk mencapai tujuan politik. Kehidupan ekonomi yang terlalu nasionalistik mengakibatkan kehidupan ekonomi sangat terisolasi. Dalam bidang kebudayaan sangat ditonjolkan terbentuknya identitas bangsa yang cenderung berlebihan.
Kecenderungan dalam kehidupan politik, ekonomi dan budaya juga memasuki dunia pendidikan. Pendidikan diarahkan kepada proses indokrinasi sehingga menolak segala unsur yang berasal dari luar. Dengan demikian pendidikan tidak difungsikan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat. Pendidikan tidak digunakan kepada kebutuhan pasar tetapi digunakan untuk kepentingan politik. Metodologi pendidikan secara indokrin mulai dikembangkan dalam dunia pendidikan mulai TK sampai dengan perguruan tinggi. Pendiddikan mulai dikembangkan secara militerisme. Otoriter didalam segala bentuk mulai masuk kekehidupan masyarakat termasuk kedalam dunia pendidikan. Kebebasan berfikir kreatif semakin lama semakin dikubur, sehingga menghasilkan manusia – manusia yang tidak mempunyai alternatif selain yang berasal dari pimpinan.
masa orde baru
Masa orde baru telah mampu membawa masyarakat indonesia dari masyarakat yang miskin menuju ke masyarakt yang berpenghasilan menegah keatas. Dengan demikian perkembangan yang pesat hanya dilihat dari perkembangan pendapatan atau hasil perkapita yang tinggi namun mengorbankan kemerdekaan individu dalam berkreasi, sehingga secara individu tindak mampu untuk mengembangkan kreatifitas dan berkreasi. Semua permasalahan harus diseragamkan. Dengan pemerintahan seperti ini mengakibatkan sangat kaku sehingga mematikan kreatifitas, dan produktifitas anak bangsa. Dari pemerintahan yang kaku ini sangat mematikan kehidupan domokrasi. Sehingga lahirlah kepemimpinan ” mohon petunjuk” dan mohon ”pengarahan bapak” sehingga tidak ada tempat untuk perkembangan individu.
Pertumbuhan ekonomi dijadikan panglima yang sangat diprioritaskan untuk mencapai target – target pertumbuhan sehinga melahirkan pertumbuhan ekonomi yang tanpa perasaan. Pertumbuhan ekonomi tanpa mempertimbangkan ekonomi rakyat sehinga sumberdaya domestik kurang diperhatikan. Kurangnya perhatian terhadap sumber daya domestik mengakibatkan dasar ekonomi yang rapuh dan sangat tergantung terhadap barang impor, sehingga sangat tergantung dengan luar negeri yang mengakibatkan hutang semakin meningkat.
Akibat perekonomian yang seperti ini mengakibatkan sistim pedidikan yang tidak peka terhadap persaingan unntuk menghadapi kehidupan yang sangat global.
Dalam bidang hukum akibat matinya demokrasi mengakibatkan pemerintah yang tidak bersih dengan praktek-praktek korupsi yang sangat merugikan masyarakat. Akibanya supremasi hukum yang tidak dapat ditegakan maka melahirkan ketidak percayaan masyarakat dalam bidang hukum, politik dan ekonomi.
Pemerintah telah melanggar palsapah pancasila yang menjelaskan kemanusiaan yang adil dan beradab. Masyarakat tidak mendapatkan keadilan dalam pembangunan ekonomi yang berimbas kepada kurangnya kemampuan masyarakat dalam mengenyam pendidikan yang lebih layak.
Masa krisis.
Krisis menyeluruh dimulai sejak indonesia dilanda eleh krisis moneter pada pertengahan tahun 1997. Dari krisis moneter menimbulkan krisis ekonomi sehingga mengakibatkan kurangnya kepecayaan masyarakat secara global. Pemerintah mulai kehilangan kepercayaan sehingga menimbulkan kesalah pahaman yang terjadi dalam masyarakat. Dibeberapa daerah timbul permasalah bahkan gejala-gejala SARA timbul dimasyarakat, ada daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Hal ini diakibatkan karena ketidak puasan pemerintah daerah terhadap pemerintahan yang sentralistik. Supremasi hukum menjadi sirna karena banyak pejabat berdiri diatas hukum artinya para pejabat kebal terhadap hukum. Dengan kata lain krisis kepercayaan dominan dalam masyarakat. Oleh karena itu pendidikan adalah merupakan suatu budaya masyarakat, krisis budaya berarti mengakibatkan krisis pendidikan masyarakat.
Kebudayaan dan pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat. Untuk membangun pendidikan maka kita harus membangun kebudayaan karena tidak ada budaya tanpa pendidikan.
era repormasi
Kita dapat melihat perkembangan pendidikan, betapa banyak kegagalan-kegagalan. Pemahaman pancasila melalui pendidikan P4 ( pedoman pelaksaan pengamalan pancasila ) yang telahdilaksanakan 20 tahun mengalami kegagalan yang dikarenakan pola pendidikan masa orde lama dan orde baru yang terlalu sentralistik yang selalu dikekang oleh tangan – tangan penguasa. Para praktisi pendidikan tidak diberikan kebebasan untuk menggunakan sumberdaya alam sesuai dengan kebutuhan daerah masing- masing dan hal ini sangat melanggar kebinekatunggalikaan.
Memasuki era repormasi kita ingin membangun masyarakat indonesia baru yang berdasarkan kebudayaan nasional. Masyarakat baru yang kita inginkan adalah masyarakat yang adil dan makmur yang mengangkat supremasi hukum. Masyarakat baru itu adalah ”masyarakat madani”
Ada beberapa ciri masyarakat madani :
Ø masyarakat yang demokratis artinya masyarakat tersebut terbentuk karena kesepakatan bersama dari para anggotanya.
Ø Masyarakat yang berkedaulatan rakyat.
Ø Masyarakat yang mengakui supremasi hukum.
Ø Masyarakat yang berpendidikan.
Untuk mewujudkan masyarakat madani tersebut tidak terlepas dari budaya masyarakat indonesia yang sangat heterogen yang memiliki aneka ragam budaya. Keanekaragaman budaya perlu dilestarikan dengan prinsip demokrasi. Dari sinilah perlu memahami pengertian kebihinektunggalikaan budaya individu.
Paradigma baru pembangunan pendidikan
Untuk membentuk masyarakat indonesia baru sangat memerlukan paradigma baru, karena paradigma lama tidak sesuai dengan perkembangan dan pembangunan indonesia. Paradigma lama sangat tergantung kepada pemerintahan yang sangat sentralistik yang tidak sesuai dengan demokrasi pancasila. Paradigma baru haruslah melahirkan pendidikan yamg mampu untuk menjawab dan mengikuti perkembangan dan dapat menjawab tantangan yang global. Dengan demikian penyusunan kurikulum yang sentralistik harus di rubah kepada tuntutan pendidikan yang demokratis. Demikianlah dalam menghadapi tantangan yang global yang kompetitif dan inovatif maka perkembangan pendidikan haruslah yang mampu berkompetisi didalam kerjasama dalam meningkatkan inovasi dan meningkatkan kualitas. Demikianlah paradigma baru pendidikan tidak mematikan kebinekatunggalikaan yang dalam arti berbeda – beda tetapi tetap satu jua.


2.Konsep dasar sentralisasi dan disentralisasi pendidikan
UU No 22 tahun 1999 mengenai otonomi daerah dan UU No 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah. Berdasarkan undang - undang diatas, ini adalah sebagai konsekwensi pemerintah atas tujuan dari repormasi dalam menhghidupkan kehidupan demokrasi. Dengan adanya otonomi daerah dan perimbangan keuangan daerah maka diharapkan derah mampu untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada didaerah.
Desentralisasi menitik beratkan kepada partisipasi rakyat banyak memerlukan persiapan – persiapan yang matang antaralain :
Ø Tersedianya tenaga-tenaga terampil dalam juamlah dan kualitas yang tinggi.
Ø Pemberdayaan lembaga-lembaga sosialsebagai tempat partisipasi nyata dari rakyat didalam mengatur kehidupan termasuk penyelenggaraan pendidikan.
Desentarisasi penyelenggaraan pendidikan dan kebudayaan didaerah memberikan implikasi langsung dalam penyusunan dan penentuan kurikulum yang dewasa ini sangat sentaralistikdan sangat memberatkan peserta diddik. Desentralisasi pendidikan memimnta artikulasi dalam semua jenis pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai denganperguruan tinggi. Sehingga desentralisasi ini sangat sesuai dengan manjemen berbasis sekolah MBS karena tanggung jawab dapat melibatkan masyarakat sebagai terwujudnya kelangsungan pendidikan.

3.Kekuatan dan kelemahan sentralistik pendidikan
Konsep sentralisasi menekankan pemusatan pengurusan pendidikan. Artinya segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan diurus oleh organisasi pendidikan tingkat pusat. Kurikulum pendidikan, prasarana da sarana pendidikan, ketenagaan pendidikan, serta peraturan peraturan pendukungnya semua ditetapkan oleh pemerintah pusat. Daerah hanya sekedar menjalankan keputusan – keputusan yang berasal dari pusat.

Menurut Dr Nanang Fatah dalam bukunya landasan manajemen pendidikan 2004 mengutif kekutatan sentralistik adalah:
Ø Memperkuat rasa kebangsaan
Ø Meningkatkan kohesi nasional
Ø Memperkuat wibawa pemerintahan
Ø Mudah disepakati konsensus kesepakatan
Ø Sangat membantu dalm perluasan kesempatan belajar dan mudah mengadakan inovasi.
Kelemahan sistem sentralistik adalah:
Ø Perintah menuggu dari atasan, sehingga praktisi pendidikan yang ada didaerah tidak mampu berkreasi, berinovasi dan mengembangkan budaya daerahnya.
Ø Organisasi kuat tetapi kaku.
Pengalaman di negeri ini maupun pengalaman di negara lain membuktikan, pengelolaan sekolah yang terlampau diatur dari pusat ternyata tidak efektif dan efisien dalam memajukan pendidikan. Pengalaman di negeri ini juga membuktikan bahwa sejumlah sekolah dapat menunjukkan kemajuan signifikan bila diberi kesempatan untuk mendefinisikan sendiri perannya. Sisitim pendidikan yang terlalu diatur oleh pusat sangat mematikan kreatifitas tidak dapat berinovasi dalam menggali potensi yang ada didaerah. Demokrasi dan bhinekatunggalika seolah – olah terpasung oleh pemerintahan yang kaku dan sentralistik.

4. Kekuatan dan kelemahan desentralistik pendidikan
UU No 22 tahun 1999 mengenai otonomi daerah dan UU No 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah dan disusul dengan kebijakan departemen pendidikan nasional tentang sistem manajemen berbasis sekolah dan pemberian wewenag terhadap daerah dalam mengelola pendidikan, timbul secercah harapan akan semakin membaiknya pembangunan pendidikan. Model pembangunan pendidikan yang sangat bersipat sentralistik dan monolitik serta menafikan perbedaan, secara drastis mestinya berubah menjadi desentralistik sehingga kepentingan dan kebutuhan serta potensi kemampuan daerah menjadi lebih terperhatikan dan dapat dibangkitkan. Dengan desentralisasi pendidikan yang direpresentasikan melalui model pengelolaan manajemen berbasis sekolah dan manajemen berbasis masyarakat segenap komponen sekolah semakin berperan.
Desentralisasi pendidikan menekankan penyebaran kekuasaan dibidang pendidikan kepada daerah-daerah. Daerah yang menetapkan kurikulum, ketenagaan, prasarana dan sarana serta peraturan-peraturan yang mendukungnya.
Demikian juga dalam hal evaluasi, pemerintah pusat memang berhak menetapkan standar mutu pendidikan nasional dalam rangka pengendalian mutu pendidikan nasional. Namun, biarkanlah setiap daerah dan sekolah menilai sendiri tingkat pencapaian dirinya terhadap standar nasional tersebut. Pertimbangannya sederhana saja. Daerah dan sekolah mana pun tentu tidak ingin tertinggal dari standar mutu pendidikan nasional. Selain itu, masih terdapat berbagai kemungkinan cara yang dapat digunakan untuk mengendalikan pendidikan nasional, tanpa harus menggunakan UAN yang amat sentralistik dan memiliki segudang kemungkinan dampak negatif itu.
Kelemahan kelemahan yang timbul dalam sistim desentralisasi antara lain:
Ø Kesiapan sumberdaya manusia yang siap untuk mengelola pendidikan
Ø Kesiapan pemerintah dalam mengelola potensi daerah
Ø Kesiapan sarana dan prasaran pendidikan.
Ø Kesiapan tekhnologi pendidikan.
Ø Sulit dicapai konsensus dalam merumuskan tujuan pendidikan karena keragaman kebutuahan.
Demikianlah permasalahan yang timbul apabila kita siap untuk melakuakan desentralisasi pendidikan.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN


1. Paradigma pembangunan pendidikan
Dari uraian diatas yang dimualai dari masa orde lama, orde baru, masa reformasi sangat memungkinkan untuk membentuk paradigma baru dalam pendidikan.
Paradigma yang memungkinkan yaitu ingin mengaplikasikan UU No 22 tahun 1999 mengenai otonomi daerah dan UU No 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah dan disusul dengan kebijakan departemen pendidikan nasional tentang sistem manajemen berbasis sekolah dan pemberian wewenag terhadap daerah dalam mengelola pendidikan, timbul secercah harapan untuk memperbaiki melakukan perubahan baru dalam pembangunan pendidikan.
Dari landasan undang – undang diatas sangat memungkinkan untuk mewujudkan impian reformasi yaitu untuk memperbaiki pendidikan secara menyeluruh.

2. Konsep dasar sentralisasi dan disentralisasi pendidikan

Berdasarkan uraian diatas maka konsep sentralistik dan desentralistik paradigma pendidikan akan meningkatkan mutu pendidikan yang diarahkan kepada proses indokrinasi dalam kehidupan kultural pendidikan dan diberikan kebebasan berfikir secara kreatif, fleksibelitas, keluwesan dan kemandirian yang diamanatkan oleh UUD 1945 pasal 31 sila ke 5 bahwa bidang- bidang kehidupan yang berkenaan dengan hajat hidup orang banyak ialah kebutuhan dasar penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan merupakan legitimasi pemerintah.



PENUTUP


KESIMPULAN

Sistimpendidikan yang selalu diatur oleh pemerintah pusat yang sangat sentralistik sangat tidak sesuai dengan falsafah negara yang berdemokrasi, karena sangat tidak memperhatikan kepentingan dan budaya –budaya yang ada diderah. Potensi –potensi yang ada didaerah tidak dapat tergali karena daya inovasi dan kreasi masyarakat yang sangat kaku
.Dengan UU No 22 tahun 1999 mengenai otonomi daerah dan UU No 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah dan disusul dengan kebijakan departemen pendidikan nasional tentang sistem manajemen berbasis sekolah dan pemberian wewenag terhadap daerah dalam mengelola pendidikan akan menghasilkan wahan baru dalam perbaikan pendidikan dan dalam menggali potensi yang ada didaerah. Dengan sistim desentralisasi sangat sesuai dengan falsafah demokrasi dan bineka tunggalika.
SARAN
Penulisan makalah ini banyak hal – hal yang masih mengalami kekurangan, dimohon kepada peserta diskusi terutama kepada dosen pengampu mata kualiah landasan pendidikan untuk lebih banyak memberikan masukan dan kepada peserta diskusi untuk memberikan masukan agar kelak penulisan menjadi lebih baik dan lebih sempurna, karena kami sadar sebagai editor yang belum berpengalaman banyak hal yang masih kurang. Demikianlah makalah ini kami buat semoga dapat memberikan sedikit inpormasi dan pencerah dalam bidang pendidikan, dan kita bertekat untuk memperbaiki pendidikan yang ada diindinesia yang kita cintai ini amien.



















DAFTAR PUSTAKA


Tilaar,H.A.R Prof.Dr,M.Sc.Ed, Paradigma baru pendidikan nasional, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2000

Zamroni, Dr, Paradigma Pendidikan masa depan, BIGRAF publising, JL Sisigamangaraja 93 yogyakarta, 2000

Imron Ali, Drs, M.Pd, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia, PT Bumi Aksara Jl sawo Raya No 18 Jakarta.

Nunu Heryanto, Pentingnya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan Bagi Pendidikan
(Suatu Tinjauan Filsafat Sains)

1 komentar:

nofantosastro mengatakan...

makasih ilmunya. saya copy ya, buat belajar