Senin, 05 Mei 2008

PONDOK PESANTREN BANJARMASIN

Latar Belakang
Ditulis pada Agustus 28, 2007 oleh alistiqamah
Makin berkurangnya jumlah dan kualitas ulama akhir-akhir ini membuat keprihatinan yang mendalam dari sebagian besar umat Islam. Daerah yang memasyarakatnya mayoritas beragama Islam, belum memiliki sebuah lembaga pendidikan Islam yang memadai dan representatif, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Padahal warga sangat berkeinginan akan adanya lembaga pendidikan Islam. Selama ini, untuk memasukkan anaknya ke pesantren, mereka harus menempuh jarak cukup jauh yang terletak di luar kota.
Beberapa faktor tersebut sangat mendorong seorang tokoh masyarakat setempat yang bernama Drs. H.A. Hafiz Anshary, Az untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan (pesantren) di daerah perkotaan Banjarmasin. Gagasan Drs. H.A. Hafiz Anshary, Az (alumni Pondok Pesantren Darussalam Martapura), pernah dimuat di harian Banjarmasin Post tahun 1984, dengan topik “Kapan Pondok Pesantren Modern Muncul di Banjarmasin?”.
Keinginan tersebut juga disampaikan kepada saudara sepupunya (Abd. Muiz). Abd. Muiz adalah santri keluaran Pondok Pesantren Datu Kalampayan, Bangil Jawa Timur dan mempunyai orang tua angkat yang bernama H. Hasan. Dari orangtua angkat itulah, diperoleh sebidang tanah wakaf seluas 24 X 36 m2, yang tereletak di Jl. Pekapuran Raya RT. 28, Kelurahan Pemurus Baru, Kecamatan Banjar Selatan.
Dengan telah tersedianya tanah tersebut, maka secara resmi didirikanlah sebuah pondok dengan nama Pondok Pesantren Al-Istiqamah, tepatnya pada tanggal 17 November 1984. Pendiri Pondok Pesantren terdiri dari beberapa tokoh agama yang tergabung dalam wadah yang bernama Badan Pendiri. Badan Pendiri diketuai oleh H. Muhammad Sariman (alm), Sekretaris dipegang oleh Drs. H.A. Hafiz Anshary, AZ, dan dua orang anggota. Yaitu H. Hasan (alm) dan H. Bahruddin (alm).
Tujuan didirikannya pondok pesantren selain untuk memenuhi kebutuhan semakin berkurangnya kualitas dan kuantitas ulama, dan kebutuhan agama masyarakat juga dimaksudkan untuk membangkitkan masyarakat untuk mengkaji kitab kuning (salafiah). Sehingga dengan adanya lembaga tersebut, diharapkan akan tercetak ulama-ulama sebagai pewaris dan penerus syiar Islam.
Pada awal didirikannya, dana yang dibutuhkan untuk membangun gedung berasal dari para donator melalui rapat (musyawarah) para pendiri dan masyarakat. Rapat dilakukan di langgar Al-Istiqamah Gang Maduratna, Jl. Kol. Sugiono, Banjarmasin (Januari 1985). Dalam rapat tersebut terkumpul dana sebesar Rp. 2.630.000,- dari 29 donatur yang hadir. Dalam dana tersebut dimulailah pembangunan gedung serta perluasan tanah dengan mendapat bantuan dari H. Muhammad Sariman.
Pada awal berdirinya, pondok pesanten hanya memiliki 19 ruangan yang terbuat dari kayu yang dipergunakan untuk ruang kelas, guru dan asrama. Pada perkembangan Selanjutnya, dibangun lagi sebuah masjid dengan kondisi permanent, gedung Tk, MI. MTS, MA dan gedung Madrasah Diniyah.
Perkembangan pondok juga menyangkut program pendidikan yang diselenggarakan. Pada awal berdirinya, jenis pendidikan yang diselenggarakan adalah berupa kursus. Ada 4 (empat) macam kursus yang diselenggarakan, yaitu kursus Bahasa Arab (Direktur Prof. Drs. H. Anwar Mas’ari, MA), kursus Bahasa Inggris (Direktur Drs. H. Abd. Qadir Munsyi), Kursus Dakwah (Direktur Dr. H. A. Nawawi, MA) dan kursus Tilawatil Qur’an (direktur Drs. H. Ilyas). Keempat lembaga tersebut diikuti sekitar 485 peserta.
Pada perkembangan berikutnya (1986/1987), membuka beberapa jenjang pendidikan. Yaitu Madrasah Diniyah Salafiah (MDS), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madarasah Aliyah (MA), dengan jumlah santri sekitar 100 orang yang berasal dari dalam kota Banjarmasin. Pada tahun 1990 didirikan kembali lembaga pendidikan, yaitu TK Islam (1990) dan Madrasah Ibtidaiyah (1992) untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat yaitu adanya pendidikan dasar di pondok pesantren. Perkembangan pondok pesantren terus berlanjut, dimana kehadiran pondok mendapat tempat di hati masyarakat. Santri bukan hanya dari dalam kota, tetapi dari luar kota bahkan dari provinsi lain, seperti Kalimantan Tengah.
Perkembangan pondok pesantren terus meningkat, karena lingkungan sekitar sangat mendukung. Di sekitar pondok banyak terdapat langgar yang kegiatan pengajiannya cukup semarak. Sehingga tidak mengherankan bila tingkat keberagamaan masyarakat cukup tinggi.

0 komentar: